Suatu hari,
sekelompok anak bermain penuh kegirangan. Mereka sangat menikmati permainan
mereka. Tapi seketika mereka tersentak kaget. Tubuh mereka merinding ketakutan.
Mereka melihat sosok lelaki gagah di dekat mereka. Rasa takut mereka semakin
kencang ketika lelaki itu berjalan mendekati mereka.
Anak anak
itu tahu lelaki itu ditakuti oleh banyak orang karena wataknya yang keras.
Lelaki itu penuh wibawa tinggi dan gagah. Jangankan manusia, jin pun berlari menjauh
ketika melihat sosok lelaki itu di pelupuk mata mereka. Dialah Umar Bin
Khattab, seorang pemimpin tegas dan berkarakter keras dan juga kaya raya.
Tapi dari
sekian banyaki anak yang bermain itu, ada seorang anak yang berdiri di tempat.
Dia tidak mengikuti seluruh temannya yang lari ketakutan. Bahkan anak itu terus
memandangi Umar dengan pandangan lunak. Sehingga Umar berada tepat di depannya.
Tapi anak itu tidak juga menjauh.
Umar
berkata,
“ Kok kamu
tidak menghindar seperti teman teman mu ?”
Anak itu
menjawab dengan tegas,” Apa salah saya sehingga saya lari. Kenapa saya lari
melihat Anda, saya sama sekali tidak membuat suatu keburukan dengan Anda.”
Umar
tersenyum. Seketika itu, dia merogok sakunya untuk mengambil uang, lalu
diberikan uang itu pada anak itu.
***
Malam itu,
Umar berjalan berkeliling sendiri untuk memantau keadaan. Umar mendengar suara
tangis seorang bocah. Seketika itu dia mendekat. Di relung kegelapan, dia
melihat seorang bocah dipangku ibunya yang lesu lemah tiada daya. Kelaparan
dahsyat menjadi penyebab.
“ Ada apa
denganmu ?” Tanya khalifah Umar.
“ Anakku
kelaparan, dia butuh makan,” kata ibu sang anak.
Umar pun
mengiba. Seketika itu juga, dia berlari menuju gudang untuk mengambil satu
karung gandum. Dia mengangkat seorang diri di tengah kegelapan malam. Keringat
bercucuran. Dia tidak peduli jabatannya sebagai pemimpin yang notabene berada
dalam kemewahan dan kemudahan hidup. Sesampai di saana, Umar masih mendengar
jeritan rasa lapar berbentuk tangis.
Umar
berlinang air mata. Dia pun memasang api, lalu memasak gandum seorang diri.
Setelah matang, dia menghidangkan makanan untuk ibu dan anak yang kelaparan
itu. Umar tersenyum melihat mereka bisa menghapus rasa lapar.
***
Dia memang
berwatak keras. Tapi hatinya begitu lembut, bahkan lebih lembut dari orang
bertutur kata paling lembut. Watak memang karakter yang ada pada diri orang. Dan
itu harmonisasi kehidupan. Ada sahabat berwatak sangat lembut sekali seperti
Abu Bakar. Ada juga yang keras seperti Umar.
Tapi
kelembutan hati mutlak dimiliki setiap insane beriman. Dan Umar membuktikannya
dengan tindakan nyata. Di zaman sekarang, tidak mudah rasanya punya pemimpin
yang sangat berempati pada rakyatnya. Bicara sangat mudah, tapi aplikasi itulah
yang harus dipenuhi. Karena bila ucapan itu, tindakannya ya harus itu.
Banyak orang
main logika, jikalau hati mudah memaafkan ibarat piring yang jatuh dipecahkan,
dan tidak mungkin disatukan. Sahabat, berkaca dari tema di atas, jangan
mengibaratkan hati dengan piring. Semua tahu piring benda keras. Dan benda
keras mudah pecah. Kalau hati itu benda keras, niscaya cahaya hidayah akan
memantul. Ketika disakiti secuil saja, kekerasannya akan muncul karena
materialnya keras. Hati bukan seperti itu hakekatnya.
Hati ibarat
gabus. Yang empuk dan lembut. Jikalau disentuh terasa lembut. Begitu pula
jatuh, dia akan tetap lembut dan utuh. Walaupun pernah disakiti, dia akan tetap
tegar dan memafkan . Karena dia tahu esok akan menjadi kebaikan baginya jikalau
dia mau berdamai dengan masa lalunya.
Nalis 20
Agustus 2014
No comments:
Post a Comment