Nabi Musa
sangat penasaran dengan sosok tetangga di surga nanti. Dia pun berspekulasi
tentang tetangganya itu. Bisa jadi dari orang shaleh yang memimpin penuh
keadilan, atau seorang dermawan yang selalu mensedekahkan harta. Melalui wahyu,
beliau tidak diberitahu secara jelas sosok itu. Tapi sosok itu akan menjadi
tetangganya kelak di surga.
Dia merantau
bepergian mencari seorang shaleh itu. Saat pencarian, rasa penasaran pun kian
tinggi. Dia berkeliling mencari sosok shaleh yang dia dapat dari wahyu. Dan melalui
kehendak langit, dia pun bertemu dengan seorang shaleh itu.
Apa yang
dibayangkan jauh berbeda. Sosok itu bukanlah raja. Sosok itu bukanlah seorang
hartawan. Dia hanya seorang biasa saja, biasa saja seperti orang kebanyakan. Bahkan
dari sisi ketenaran, nilainya tidak masuk daftar. Dia hanya orang biasa, tidak
seterkenal Musa, tidak secerdas Musa. Pemuda itu bukan pula nabi, bukan pula
Rasul, bukan pula Ulama. Tapi kenapa wahyu menunjukkan orang itu nantinya akan
menjadi tetangga Musa di surga. Itu artinya, surga paling tertinggi yang tidak
semua orang bisa masuk ke dalamnya. Musa pun berpikir apa keistimewaan pemuda
itu. Dia pun menginap di sana untuk melampiaskan rasa penasaran.
Pemuda itu
membawa dua babi ke dalam rumah. Dia memberi makan ke dua Babi itu penuh
kelembutan. Pemuda itu pun menyuapi makanan untuk dua babi itu. Ketika babi itu
buang hajat, pemuda itu membersihkan anus babi serta membersihkan kotoran babi.
Bukan hanya itu, setelah selesai pemuda itu mencium kedua babi itu penuh kasih sayang.
Musa pun
terkaget. Dia berusaha mendekat. Pemuda itu tampak paham apa yang dipikirkan
oleh Musa.
“ Engkau
pasti heran, setiap hari aku melakukan ini. Sudah sepantasnya aku begini. Aku tidak
peduli hinaan dan cacian orang. Karena babi ini menjadi kebangganku yang sangat
berharga, bahkan dengan bumi dan langit sekali pun. tahukah Anda siapa mereka
berdua ? mereka berdua adalah ayah dan ibuku.”
Musa pun
mengiba melihat kondisi kedua orang tua pemuda itu. Seketika dia bertanya sebab
mengapa mereka berdua menjadi babi. Pemuda itu menjawab kedua orang tuanya
dikutuk akibat melakukan dosa yang paling besar dan melampaui batas. Musa pun
paham akan hal itu, dan tau mengapa seorang pemuda yang tidak terkenal,
sederhana, dan tinggal di pelosok, menjadi tetangganya kelak di surga. Karena pemuda
itu tetap menaruh hormat, kasih, cinta, sayang, dan pengabdian pada kedua orang
tuanya dengan kondisi apa pun orang tua itu, entah dikutuk atau tidak.
***
Redho Allah,
redho orang tua. Sudah sepantasnya berbakti dan mencintai kedua orang tua, apa
pun kondisi mereka berdua. Karena salah satu syarat kunci sukses dunia dan
akhirat, adalah keredhoan mereka berdua.
Nalis, 25
Agustus 2014
No comments:
Post a Comment