Alkisah, di sebuah desa terpencil, hidup seorang lelaki kebapakan
bernama Karto. Ia berumur tiga puluh lima tahun dan belum menikah. Bapak dan
ibunya meninggal cukup lama. Karto hidup sebatang kara. Dia tinggal di rumah
sederhana warisan kedua orang tuanya. Sebuah rumah kayu tua. Di samping kanan
dan kirinya, rumah besar dan megah berdiri tegak. Hanya ia sendiri yang benasib
susah.
Suatu ketika ia ingin pergi ke sebuah kamar mandi umum. Karto
memakai sepatu bot tua yang baru dipakai olehnya. Tapi ia tahu banyak orang
mengetahui bahwa sepatu bot itu milik Pak Sugini, ayah Karto. Sepatu bot itu peninggalan ayahnya dan disimpan
rapi di dalam lemari kamarnya. Sandal yang dipakainya rusak dan ia terpaksa
keluar memakai sepatu bot itu. Sepatu bot itu tampak kusam dan penuh debu.
Warnanya sudah kusut termakan oleh
waktu. Banyak lubang pada sepatu itu, bahkan lubang besar berada pada pucuk
sepatu kanan Kerot. Banyak orang melihat sepatu karto. Mereka tertawa
terbahak-bahak. Karto hanya tersenyum kecut.
Dalam hati, karto berkata,
Aroma tubuh Karto terasa menyengat hidung. Sudah dua hari, ia tidak
mandi. Di dalam rumahnya tidak terdapat kamar mandi. Sedangkan ia baru punya uang
dua ribu perak untuk membayar jasa kamar mandi umum. Ia pun bergegas menuju
kamar mandi umum itu. delapan kamar manid umum itu terussun rapi. Dan semuanya
tampak penuh. Tapi tidak ada yang mengantre. Salah satu kamar mandi terbuka.
Seorang lelaki kepabakan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di tubuhnya.
Ia langsung membayar pada penjaga kamar mandi itu. Karto dengan cepat masuk
kamar mandi itu. Sebelum itu, ia melepas sepatu botnya miliknya. Ia langsung
menyiram tubuhnya dengan air. Ia bernyanyi, bersiul menikmati air bersih yang
dingin.
Setelah selesai, Karto membuka pintu kamar mani. Ia melihat semua
kamar mandi, tampak kosong. Hanya tinggal sebuah kamr mandi yang tertutup
rapat. Karto pun menunduk. Ia melihat sebuah sepatu hitam sangat mengkilat dan
bersih dan tampak mahal. Sedangkan di sampingnya, sepatu bot kusut tampak menyebalkan
di matanya. Karto melirik kanan dan kiri. Tidak seorang pun terlihat di
matanya. Nafsu karto untuk mengambil sepatu itu semakin menjadi-jadi.
“ Ini kesempatanku untuk mengubah hidupku. Aku bisa menjual sepatu
itu, lalu kugunakan uang untuk membeli banyak sepatu yang lebih murah. Lagi
pula tidak ada orang yang melihat he...he...he...” ucapnya sambil teratwa
pelan.
Tanpa berpikir panjang, Karto mengambil sepatu hitam yang tampak mengkilat itu. Ia segera
memakainya dan berlari menjauh kamar mandi. Dan ia pun tidak membayar jasa kamar mandi. Ia berlari sambil tertawa
terbahak-bahak.
Tidak berselang lama, pintu kamar mandi terbuka. Seorang lelaaki
bertubuh gempal berjalan keluar dari kamar mandi. Ia tersentak keget. Sepatunya
berubah menjadi sepatu bot kusam. Seketika itu, juga seorang lelaki penjaga kamar mandi datang membawa sebungkus
nasi kucing.
“ Siapa yang berani mengambil sepatu mahalku. Lalu diganti dengan sepatu
bot jelek begini,” ucap seorang lelaki itu penuh luapan emosi.
Seorang penjaga kamar mandi itu berkata,
“ Pak lurah, saya melihat tadi Karto memakai sepatu bot kusam itu.”
“ Kalau begitu, ayo kita membuat perhitungan padanya.’
Tidak berselang lama, Karto tertangkap basah memakai sepatu hitam
mahal itu milik pak lurah. Ia tidak menyangka sepatu bot itu milik kepala desa.
Ia lalu diadili oleh seorang hakim, lalu Karto dijatuhi denda satu juta rupiah.
Karto tidak sanggup membayar. Maka dijual lah tanah belakang rumahnya pada pak
lurah. Dan mereka pun setuju. Karto pulang dengan penyesalan dalam sekaligus
semakin bendi dengan sepatu bot itu.
“ Dasar sepatu bot sial.”
Karto melewati sebuah sungai. Ia membuang jauh seaptu bot itu ke
tengah sungai. Ia tersenyum lebar. Lalu ia kembali ke rumahnya. Tidak berselang
lama, sepatu bot itu menyangkut bersama ikan-ikan di jaring seorang lelkai tua.
Ia pun mengambil sepatu bot itu. Ia mengerutkan keninag.
“ Bukannya sepatu ini milik Karto dan sering dipakai jalan-jalan
olehnya,” ucapnya pelan.
Setelah selesai, seorang leaki tua itu melewati rumah Karto. Ia
melempar sepatu bot itu sangat tinggi, lalu mengahntam kaca rumah Karto.
Mendengar bunyi kaca pecah, seorang lekaki tua itu beralri kencang menjauhi
rumah Karto. Dan Karto pun terbangun mendengar bunyi kaca pecah. Ia mnghampiri
jendela rumahnya. Dan ia tersentak kaget. Sepatu botnya berada di dalam
rumahnya bersama pecahankaca.
“ Aduh, sepatu sialan. Dasar awas kamu. Kupanggang di atas atap
biar terkelupas kulitmu. dasar sepatu sialan. Kamu sudah membuat kaca jendela
rumah pecah berantakan,” bentak karto penuh energi.
Karto menaiki sebuah tangga. Lalu ia berdiri di atas atap rumah. Ia
menaruh sepatu botnya di bawah sengatan sinar mentari. Lalu ia turun dan
kembali beristirahat. Seekor kucing sedang mengejar seekor tikus, bahkan sampai
ke atap. Tikus itu bersembunyi di didalam sepatu bot. Kucing itu langsung
menangkapa dua sepatu bot. Tiba-tiba sepatu bot itu dihantam tubuh kucing dan
keras. Dan sepatu bota itu terjatuh. Seorang wanita sedang melewati rumah
karto. Tiba-tiba kepalanya dihantam sepatu bot dari atas.
“ Aduh, kurangaajar. Siapa yang beani !”
Ia melihat sepatu bot.
“ Bukankany aini milik Karto”
Wanita alngsung pergi menghampiri rumha karto. Dan karto pun terbangun.
Wanita itu langsung mengadu dirinya ke halim. Karto pun tersenyak. Dan pak
halikm memutuskan untuk mendeda karto atas pelakukan tidak terpuji melempar
seirag wanita dari atas, dan meluia kepalanya. Kato semakin emosi sterhadap
sepaunya. Ia tidak punya uang untuk membayar denda. Dan kahinya, ia menjual
tanah halaman depan untuk membayar denda.
Karto pulang ke rumah dengan membawa sepatu bot. Itu penuh
kekeslaja. Ia membentak-bentak sepatu bot itu penuh kekesalan.
“ dasar sepatu sialan. Awas kamu akan kuang kamu dari mukabumi
ini.”
Terberist di pikiran karto sebuah ide. Ia ingin mengubur seoay itu
di samping rumahnya. Setelah smapai rumah, krato mengambil vangkul dan lat
oengagruk tanah untuk menudbur sepatu. Pada malama hari yang gelap, kerto
meulai melakukan aksinta. Ia mencangkul tannah dengans angat keras. Suara nya
terdengar oleh tetangga sekitar. Mereka melirik dari jendela. Dan mereka pun
tersentak.
“ Karto ingin merobohkan rumah kita. wah ini bahaya,” ucap salah
seoanrg teteangga.
Para tetangga karto pun melaprokan kejadian itu pada apak lurah.
Dan pak lurah menangkap karto. Para tetangga karto mengadu karto ke pada halim.
Dan halikm kembali mendenda atas perbuatan burukmya. Karto berteriak kara
separti orang tidak waras. Dan kart pun di suruh mebayatra. Kena dia tiak punya
uang. Ia menyerahkan rumahnya. Pada saat yang sama karto membawa sepatu botnya
kepakda kahik/
“ Pak sayya ingin mengadu pada sanda tentang pebyatan sepatu bt
iin. Id atelah membuat banyak eksalajan pada saya. Dan sepatuinlayak dijukaum
atau di denda dengan senyak-banyaknya.’
Mendnegar uvapan itu, semua tertawa terbahak bahak pada sidang itu.
begitu pula pak halikm.
No comments:
Post a Comment