Takut itu
sebuah perasaan yang muncul dari diri. Takut menjadi bagian dari esensi
perasaan, sebagaimana senang, bahagia, sedih, kecewa, dan lainnya. Takut
disebabkan banyak hal, termasuk di dalamnya karena tidak betah melihat sosok
menyeramkan apalagi muncul tiba tiba, atau mendengar suara orang dengan nada
membentak, atau tidak mau hasil usaha tidak setara dengan daya usaha itu
sendiri. Melintas seorang diri di kuburan dalam kegelapan malam. Perasaan takut
cenderung hadir. Takut kalau ada sosok penampakan dari makhluk gaib.
Sebenarnya
wajar perasaan itu muncul. Paling tidak muncul secuil ketika orang berjalan
melintasi area perkuburan luas di malam hari. Setiap orang cenderung takut.
Tapi sebagian lain menganggap biasa, dan itulah orang luar biasa.
Seperti yang
saya bilang, hal itu wajar. Tapi dengan catatan bahwa itu tidak melampaui batas
atau berlebihan. Artinya menjadi sangat takut sehingga tidak berani secara
berlebihan. Itu artinya ada alasan yang mendasari itu, yaitu area pemakaman
yang sepi dan terdengar bunyi banyak binatang malam, dan jauh dari kepadatan
penduduk.
Tapi jika
sampai orang takut ke wc tengah malam, takut tidur sendiri, takut pergi ke
masjid malam hari atau subuh, hal itu bukan wajar, tapi sangat sangat
keterlaluan. Inilah yang maksud dengan berlebihan atau melampaui batas. Orang
harus gentle, apa pun. Bukan hanya pada jin saja, tapi di hadapan manusia.
Tunjukkan apa pun yang bernilai manfaat untuk banyak orang, walaupun omongan,
cacian, hujatan, sindiran datang dari orang yang belum berlapang hati dengan
kita. Tapi ingatlah, di sisi itu ada banyak orang lagi yang mencintai dan
mendukung apa yang kita lakukan. Takut dibenci wajar. Takut dicaci itu wajar.
Takut disindir itu wajar. Tapi kalau takut beraksi maka itu sudah bukan wajar lagi,
tapi katerlaluan.
Bapak saya
paling suka bercerita pada saya, sekalipun tentang pengalaman gaibnya. Dan saya
akan sharing pada Anda. Maka terus simak. Tulisan ini akan menghibur Anda,
sekaligus ada manfaat di dalamnya.
Pada waktu
bapak saya masih kecil belasan tahun, beliau lahir tahun 1954, kemungkinan
kejadian 1970 atau di dekat itu. Karena tahun 1974, beliau sudah berumur 20
tahun. Kampung waktu itu belum modern, dan jauh jauh tidak semodern sekarang.
Dulu masih banyak pohon bambu, dan pohon lain yang memenuhi kampung. Dan kalau
malam sangat mencekam suasana. Tidak banyak orang suka begadang. Untuk itu,
setiap tengah malam sangat sepi dan mencekam, sekaligus mengerikan.
Orang dulu
juga kental dengan mitos. Mitos apa pun itu. Seperti kalau orang berjalan di
tempat itu, maka akan didatangi wanita dengan wajah mengerikan. Atau orang
berani menaruh suatu barang, maka akan didatangi makhluk halus. Intinya, mitos
selalu dihubungkan dengan alam lain.
Dulu bapak
saya ingin membuktikan omongan dan omongan yang berkembang, bahwa ada penunggu
tempat itu. Tengah malam, beliau datangi tempat itu. Yaitu sebuah masjid yang
masih berpapan jaman dulu, dan belum selesai pembangunan. Beliau mengamati
seluruh keadaan, lalu sholat di situ. Dan benar saja, beliau melihat sejenis
raksasa ( kalau Bahasa saya disebut hulk ) berdiri di dekatnya. Mulut pun
terkunci. Tapi sekali pun ada rasa takut, beliau tetap berdiri di situ dan
terus memandang sosok itu. Apalagi zaman dulu yang mana listrik belum masuk
desa, sungguh mencekam. Setelah cukup lama, beliau putuskan untuk pulang.
Mungkin batin saya begini,
“ Udah jelek
dan gak enak dilihat, eksis melulu. Ngapain lihat kamu kelamaan. Mending aku
pulang aja. Sholat pun udah selesai.”
Saudara,
bukan hanya itu, saya akan bagi lagi. Bapak saya cenderung beda dengan anak
anak se usianya. Kalau anak se usianya ketakutan ketika ditakut takuti. Nah,
banyak orang tua melarang anak mendekati area jauh dari pemukiman, apalagi
zaman dulu yang serba gelap karena listrik belum masuk.
Omongan yang
berkembang,
“ Nak,
jangan kamu dekati pohon itu, ada penunggunya lho, yaitu wanita nenek nenek
yang mengerikan ( kalau Bahasa saya disebut mak lampir )”
Bapak saya
tidak peduli. Tengah malam, dia datangi tempat itu. Dia berdiri beberapa meter
di depan pohon itu. Dan memang benar mitos bahwa ada penunggunya. Seorang nenek
tua tertawa pada bapak saya, bersandar pohon itu. Dan benar wajahnya sangat
mengerikan.
Bapak saya
diam sambil terus mengamati nenek itu. Dia mengambil batu di bawah, lalu
melemparnya ke arah nenek itu. Dan makhluk itu menghilang seketika. Dalam
keseharian, bapak saya sering pergi ke sawah tengah malam, tidur di sana,
selalu memburu tikus yang ingin merusak sawah.
Satu kalimat yang saya pegang
dari beliau,
“ Jika kau
takut pada selain Allah, maka pertanyakan imanmu.”
Jadi menurut
saya, dengan bertambah iman, ketakutan pada selain Allah bisa diminimalisir
bahkan dinihilkan. caranya dengan mentaati segala perintah dan menjauhi segala
larangan Nya. Jin cenderung suka menakuti dengan tidak diganggu manusia,
syaratnya harus memberi sesajen dan lainnya. Ini cenderung melemahkan keimanan.
Otomatis rasa takut kita pada selain Nya menjadi deras, sederas hujan turun ke
bumi.
Takut yang
sebenarnya hanya takut pada Allah. Dengan takut, bukan berarti kita menjauhi,
sebaliknya kita mendekat. Termasuk esensi takut pada Allah adalah takut siksa
neraka, takut amalan tidak diterima, takut jikalau Allah tidak meridhoi kita,
takut tidak dilihat oleh Allah di hari pembalasan kelak, dan lainnya.
( Sekarang
saya tahu bapak saya hebat dan gentle ( pemberani ). Tapi tidak tahu bapak
mertua saya seperti itu atau tidak. Karena saya belum tahu siapa dia )
Nalis 26
Agustus 2014
No comments:
Post a Comment