Seorang ustadz
tampan di sebuah desa bernama Telogo Sari menjadi buah bibir orang. Ia terkenal
dengan sosoknya yang berwibawa. Nada bicaranya terdengar halus. tutur bahasa
tersusun rapi. Ia berpostur tubuh
tinggi, berambut hitam lurus, dan berkulit putih. Hidungnya mancung. Ia
berjalan tegap dan selalu memancarkan senyum bila bertatapan muka dengan orang.
Tidak lupa salam teruscap dari mulutnya.
Ia juga memiliki banyak fans, terutama dari kaum hawa. Dari kalangan anak-anak
sampai nenej-nenek. Namanya sangat indah. Ustadz tampan dan murah senyum itu
bernama Muhammad Firdaus.
Suatu saat, ia
berjalan pelan di pinggir jalan. Seorang nenek tua membawa sebuah bongkahan
kayu di belakang punggung. Ia tampak tertatih-tatih. Keringatnya bercucuran
deras membasahi pipi. Ia merasakan kelelahan hebat di raga. Kulitnya tampak
menipis dengan tulang. Ia berjalan membungkuk.
Ketika nenek
itu menegakkan pandangan. Ia tersenyum lebar. Kelelahan sekana terhapus. Ia
menyeka air matanya dengan cepat-cepat. Lalu ia berjalan pelan menuju ustadz tampan
itu. ia memancarkan senyuman manis pada Ustadz Firdauas. Dan ustadz firdaus
menyahutnya dengan salam.
“
Assalamualaikum, Nek.” Sapa Ustadz Firdaus.
Ketegangan
menyelimuti tubuh nenek berkulit sawo matang itu. lalu ia menjawab dengan
tertatih-tatih.
“
Walaikumussalam, Ustadz.”
“ Gimana kabar
nenek, kok tampak kelelahan.”
“ Alhamdulillah
baik, Ustadz. Ya benar, nenek merasa lelah sekali. Seatiap hari, neneka harus
berjalana kaki jauh untuk mengambil kayu-kayu. nenek sangat kelelhana ustadz.
Dan ustadz sendiri, gimana kabarnya ?”
Ustadz Firdaus
tersenyum lebar. Ia pun merespon,
“ ALHAMDUlilah,
Nek. Kabar saya baik-baik saja. Wah, nenek ini begitu rajin. Nenek berkeliling
hutan setiap hari. Tapi sayang sekali, di surga nanti tidak ada orang seperti
nenek.”
Nenek itu
tersentak kaget. dadanya berdebar kencanf. Kedua matanya melotot tajam. Ada
getaran hebat di hati nenek itu. nenek itu mearas langit seolah runtuh, lalu
menimpa dirinya. Ia berkata dengan nada tinggi,
“ Maksdu Anda
orang seperti saya tidak berada di surga ?”
Ustadz itu
menjawab dengan tegas,
“ Benar sekali.
Orang seperti anda tidak akan berada di surga.”
Mendengar ucapan pemuda itu, nenek itu segera belalu
dari ustadz. Ia pun sempat mengucapkan salam. Di perjalanna, hatinya begitu
tercabik-cabik. Ia mendengar ucapan ustadz itu penuh rasa pilu. Ia meanis
keras, dangat keras.
“ jadi Untuk
apa aku melakukan sholat, puasa, dan ibadah lain. untuk apa aku pergi ke mashid
setiap waktu. Tapi tidak mungkin ustadz itu berbohong. Ia seornag ustadz. Jadi
kalau aku tidak boleh masuk surga, berarti neraka donk. Kan ahanya ada dua
pilihan di alam akhirat, antara surga dan neraka hiks...hiks....hiks....,” ucap
nenek itu sambil menangis histeris.
Sesampai di
rumah, ia terbaring lesu tiada daya. Ia menatap lagit-lagit kamar. Ia menangis
keras. Ia merasa menjadi manusia paling bernasib sial di dunia. Air matanya
melelh deras membasahi pipi.
“
Hikas...hiks...aku akan mempertanyakan kembali ucapan ustadz itu besok. Ia
pasti tergelincir dalam kata-katanya. Ia masih anak muda. Ternyata bukan hanya
orang tua saja yang bisa ngelantur, anak mud apun juga begitu,” ucapnya dalam
hati.
Ia merasa resah
dan gelisah. Nasi terasa batu baginya. Air teras duri baginya. Mulutnya kerig.
Tiba-tiba ia terbayang neraka yang mengerikan. Ia membayangkan api
berkobar-kobar, lalu melahap dirinya. Ia berteriak keras. Rasa khawatirnya
semakin memuncak. Ia berteriak keras sambil menggulingkan tubuh di atas kasur.
Angin malam masuk lewat jendela terbuka. Ia menutup kedua telinganya dengan
tangan. Ia benar0benar tersiksa oleh ucapan ustadz itu.
Keesokan hari,
ketika ustadz firadus meneyelsaikan ceramahnya di masdji Hmidah. Nenek itu
menghampirinya dengan cepat. Ia memnacrkan senyuman manis. Bebean jiwa seolah
tidak tampak dari raut wajahnya. Ustadz firdaus pun menartapnya dengns enyuman.
Sementara jamaag lain telah meninggalkan masjid. Nenek itu mencoba menangkan
diri. ia mengambil napas panjang.
“ Apa kabar,
Ustadz,” sapa nenek dnegan halus.
“ Bai,
Alhamdulliah, Nek.”
“ Ustadz, benarkah
orang seperti saya tidak ada masuk surga ?” tanya nenek itu penuh harap.
Dengan tegas,
ustadz firdaus menjawab,
“ Ya, benar.
Orang seperti anda tidak ada di surga.”
Mendengar
ucapannya, hatinya benar-benar hancur. Ia berpamitan dengan cepat. Ia berjalan
ke rumahnya dengan lemas. Harapannya pupus sudah. Ia divonis oleh seorang
ustadz terkenal akan masuk neraka. Banyak mobil melewati jalan raya. Ia
berjalan berhati-hati agar tidak mati mendadak.
“ Kalau aku
mati mendadak, aku akan langsung disiksa hiks...hiks..hiks,” ucapnya sambul
mennagis tersedu-sedu.
Di pinggri
jalan ia bertemu dengan seorang ustadz lain bernama Paino. Ia menghampirinya
dengan snyum.
“ Ada apa, Nek
?”
“ begini,
usatadz. Saya mau tanya ?”
“ Ya, silakan
saja, Nek.”
“ Saya seorang muslim.
Lalu saya mengerjakan seluruh ibadah, mulai dari solat, zkaat. Puasa, dll.
Apakah saya bisa masuk surga, Uastaz’”
Ustadz itu
tersenyum lebar.
“ Ya tentu
saja, Nek. Setiap orang beramal soleh akan mendapatkan pahala, dan pahalan akan
terkumpul menjadi amalaan soleh, dan amalan soleh dapat memabawa kita ke surga/”
Nenek itu
tersenyum lebar. ia merasa ustadz firdaus telah berbuat kesalahana. Lalu ia
pulang dengan dengan cepat. Di dalam rumah, ia langsung berbaring. Pikirannya
hanya terfokus pada ucapan ustadz firdaus. Ia emnatap langit-langit kamaranta.
Hatinya begitu resah dab gelisah.
Dalam hati, ia
berkata,
“ usatadz
firdaus pasti keliru. Aku kan seorang muslimah dan aku layaka untuk diberi
ganjaran atas jerih payahku dan ibadahku selamai ini. bukan hanya memnfonis
saja. Masaka aku harus ke nerakaa, aku kan orang baik sedangkan di sana tempat
untuk orang-orang yang bermala butruk.”
Keesokan hari,
ia kembali menemui ustadz firdaus. Ia sedikit memperlihatkan wajah cemberut.
Mukanya pucat. Sementara sang ustadz hendak berjalan menuju ke masjid. Ia
didampingi dua santri. Mereka berdua sedang asyik berbincang dengan beliau.
Nenek it menyapa ustadz firdaus.
“
assalamuaikum, ysradz.”
“
walaikusussalam., eh enenek,” kata udstadz firdaus.
‘ bagaimana
kabar ustadz’
“ baik, nek.
Alhamdulillah.”
“ ustadz,
kemarian dan kemarin lagi, saya merasa ucapan ustadz keliru bahwa saya akan
berada di neraka nanti sedangkan saya beramal soleh setioa hari. Saya
mengerjakan sholat lima waktu tanpa bolong. Saya juga menunaikan zakart, saya
juga melakasanakan puasa dan alain-lain. dan orang seperti sayaa bisa masuk
surga , itu sudah jelas. Ustadz jangan menvonis saya seperti kemarian dan
kemarian,”
Mendengar
ucapan nenek itu, ustadz firdaus tetrtawapelan, begitu pula dua santri di sampingnya.
Ia menutup mulutnya dengan tangan. Nenek itu pun terheran. Ia mengerutkan
kening.
“ menagapa anda
tersenyum ?” tanya nenek itu.
Ustadz firdaus
mengambil napas panjang. Ia menjawab,
“ Nek, ucapan
saya tidak salah kemarin dan kemarian lagi, Nek. Orang seprti nenek itu tidak
ada di surga/ di surga itu orangnya muda-muda, tidak tua-tua seperti nenek.
Jadi kalau nenek masuk surga nanti, nenek akan menjadi muda lagi
he...he....he....”
Nenek itu
menapuk kening dengan kearas. Ia langsung berpamitan dan pulang dengan hati
gembira.
“ Aku ajdi
gadis lagi di sana he,,he,,he,,” ucapanya dalam hati,
No comments:
Post a Comment