Wednesday, August 20, 2014

Umar, Antara Watak Dan Hati




Suatu hari, sekelompok anak bermain penuh kegirangan. Mereka sangat menikmati permainan mereka. Tapi seketika mereka tersentak kaget. Tubuh mereka merinding ketakutan. Mereka melihat sosok lelaki gagah di dekat mereka. Rasa takut mereka semakin kencang ketika lelaki itu berjalan mendekati mereka.
Anak anak itu tahu lelaki itu ditakuti oleh banyak orang karena wataknya yang keras. Lelaki itu penuh wibawa tinggi dan gagah. Jangankan manusia, jin pun berlari menjauh ketika melihat sosok lelaki itu di pelupuk mata mereka. Dialah Umar Bin Khattab, seorang pemimpin tegas dan berkarakter keras dan juga kaya raya.

Tapi dari sekian banyaki anak yang bermain itu, ada seorang anak yang berdiri di tempat. Dia tidak mengikuti seluruh temannya yang lari ketakutan. Bahkan anak itu terus memandangi Umar dengan pandangan lunak. Sehingga Umar berada tepat di depannya. Tapi anak itu tidak juga menjauh.

Umar berkata,
“ Kok kamu tidak menghindar seperti teman teman mu ?”
Anak itu menjawab dengan tegas,” Apa salah saya sehingga saya lari. Kenapa saya lari melihat Anda, saya sama sekali tidak membuat suatu keburukan dengan Anda.”
Umar tersenyum. Seketika itu, dia merogok sakunya untuk mengambil uang, lalu diberikan uang itu pada anak itu.


***
Malam itu, Umar berjalan berkeliling sendiri untuk memantau keadaan. Umar mendengar suara tangis seorang bocah. Seketika itu dia mendekat. Di relung kegelapan, dia melihat seorang bocah dipangku ibunya yang lesu lemah tiada daya. Kelaparan dahsyat menjadi penyebab.

“ Ada apa denganmu ?” Tanya khalifah Umar.
“ Anakku kelaparan, dia butuh makan,” kata ibu sang anak.
Umar pun mengiba. Seketika itu juga, dia berlari menuju gudang untuk mengambil satu karung gandum. Dia mengangkat seorang diri di tengah kegelapan malam. Keringat bercucuran. Dia tidak peduli jabatannya sebagai pemimpin yang notabene berada dalam kemewahan dan kemudahan hidup. Sesampai di saana, Umar masih mendengar jeritan rasa lapar berbentuk tangis.

Umar berlinang air mata. Dia pun memasang api, lalu memasak gandum seorang diri. Setelah matang, dia menghidangkan makanan untuk ibu dan anak yang kelaparan itu. Umar tersenyum melihat mereka bisa menghapus rasa lapar.

*** 

Dia memang berwatak keras. Tapi hatinya begitu lembut, bahkan lebih lembut dari orang bertutur kata paling lembut. Watak memang karakter yang ada pada diri orang. Dan itu harmonisasi kehidupan. Ada sahabat berwatak sangat lembut sekali seperti Abu Bakar. Ada juga yang keras seperti Umar. 

Tapi kelembutan hati mutlak dimiliki setiap insane beriman. Dan Umar membuktikannya dengan tindakan nyata. Di zaman sekarang, tidak mudah rasanya punya pemimpin yang sangat berempati pada rakyatnya. Bicara sangat mudah, tapi aplikasi itulah yang harus dipenuhi. Karena bila ucapan itu, tindakannya ya harus itu.

Banyak orang main logika, jikalau hati mudah memaafkan ibarat piring yang jatuh dipecahkan, dan tidak mungkin disatukan. Sahabat, berkaca dari tema di atas, jangan mengibaratkan hati dengan piring. Semua tahu piring benda keras. Dan benda keras mudah pecah. Kalau hati itu benda keras, niscaya cahaya hidayah akan memantul. Ketika disakiti secuil saja, kekerasannya akan muncul karena materialnya keras. Hati bukan seperti itu hakekatnya.

Hati ibarat gabus. Yang empuk dan lembut. Jikalau disentuh terasa lembut. Begitu pula jatuh, dia akan tetap lembut dan utuh. Walaupun pernah disakiti, dia akan tetap tegar dan memafkan . Karena dia tahu esok akan menjadi kebaikan baginya jikalau dia mau berdamai dengan masa lalunya.

Nalis 20 Agustus 2014

No comments:

Post a Comment