Tuesday, August 12, 2014

Terpengaruh Oleh Kata



Cerita ini mungkin pernah dibaca atau didengar oleh sebagian dari Anda, terutama yang berstudi Bahasa Arab seperti saya. Cerita ini termasuk cerita yang  saya suka dari timur tengah. Tapi saya tidak tahu apakah cerita ini nyata atau fiksi, yang pasti banyak pelajaran berharga di dalamnya. Semua kata saya buat sendiri, tapi inti cerita tetap pada aslinya. Sudah cukup lama saya membaca cerita itu sehingga hanya membekas inti cerita dan terlupa semua kata-kata penulis aslinya.  Dan terakhir saya ucapkan pada Anda. Selamat membaca.


Alkisah, seorang bapak dan anak sedang bepergian menuju hutan untuk memberi makan seekor keledai yang kelaparan. Untuk melalui hutan itu, mereka harus melawati pasar yang penuh keramaian. Pasar itu berada di pinggri jalan dan membentang luas sampai hutan.
“ Nak, ayo kita langsung cepat-cepat menuju ke sana. Keledai kita sudah tampak kelaparan. Ia butuh makan untuk bertanahan hidup,” himbau sang bapak.
Sang anak mengangguk. Sang anak dan bapak tersadar bahwa keledai itu terlalu kecil untuk ditumpangi oleh mereka berdua. Sang anak lalu menyuruh bapaknya untuk naik ke atas keladai itu. Dengan terpaksa, sang bapak menerima tawaran sang anak. Sang bapak pun menaiki keledai. Dan keledai itu berjalan perlahan. Sang anak hanya memegang tali kekang keledai itu. Mereka berjalan perlahan sehingga akhirnya mereka menuju keramaian.
Pasar tampak ramai di pinggir jalan. Banyak penjual bertebaran. Begitu pula pembeli. Keramaian menyelimuti daerah itu. sedangkan hutan tampak masih jauh. Hutan lebat menghijau di daerah sejauh mata memandang.
Banyak orang mengamti sang bapak dan anak itu. mereka pun berdua pun merasa canggung diperhatikan seperti itu. rasa malu seedikit menyelimuti tubuh. orang-orang tampak terheran melihat tingkah laku sang anak dan bapak. Sedangkan keledia terus berjalan perlahan ke depan.’
Salah seorang dari mereka berkomentar dengan keras,
“ Itu bapak macam apa sih. Tega-teganya menelantarkan anaknya begitu saja. Masak dia enak-enakkan di atas keledai sedangkan anaknya disuruh berjalan seperti itu. Emang bapak gak tahu diri, ya. Kasihan sekali anak kecil itu, disuruh berjalan sedangkan bapaknya duduk manis di atas keledai.”
Salah seorang lagi berkomentar,
“ Ya benar, orang itu bapak tak tahu diri.  kasihan sekali anak itu. masih kecil disuruh jalan-jalan, sedangkan bapak itu enak-enakkan duduk di atas punggung keledai.”
Sang bapak pun merasa tersinggung mendengar desas-desus yang berhembus kencang dari mulut mereka. Sang bapak pun turun.
Ia berkata pada sang naka
“ Anakku, apa kamu dengar ucapan mereka yang tidak enak didengar. Sekarang biar kamu naik keledai ini. bapak  tak ingin dibilang sebagai bapak yang buruk oleh mata mereka.”
Sang anak pun mengangguk. Ia menaiki keledai. Sang bapak menuntun keledai itu. Sang anak hanya duduk manis sambil mengamati suasana di sekitar. Suasana semakin ramai. Banyak pengunjung bertebaran. Dan mereka berdua pun menjadi perhatian banyak orang. Salah seorang berkomentar,
“ Anak macam apa itu. Tega sekali ia menyuruh bapaknya berjalan. Mungkin dia anak  tidak tahu diri. kok ada ya anak seperti itu. sudah dikasih makan dan minum. Kok sikapnya kurang ajar begitu sama bapaknya.”
Salah seorang berkomentar,
“ Benar sekali, dasar  anak tak tahu diri. Tega sekali dia berbuat kurang ajar sama bapaknya. Bapaknya disuruh berjalan sedangkan dia enak-enakkan duduk diatas keledai itu.’
Mendengar desas-desus itu, sang anak turun dari keledai. ia sangat terukul oleh ucapan. Ia menatap sang bapak.
“ Bapak, aku tak ingin dibilang sebagai anak kurang ajar seperti kata mereka. Bapak juga tidak mau dibilang kurang ajar oleh mereka. Lalu apa yang harus kita lakukan, pak. Sedangkan hutan masih jauh.”
Bapaknya tersenyum lebar.
“ Nak, kita berdua berjalan kaki saja, Yuk.”
“ Wah, ide bagus itu, Pak.’
Sang anak dan bapak berjalan sambil menuntun keledainya perlahan. Mereka pun memasuki keramaian. Di kanan dan kiri jalan, banyak orang berkerumun memenuhi isi jalan. Mereka berdua pun menjadi pusat perhatian. Sang anak dan bapak pun merasa tidak enak hati. Salah seorang dari mereka berkomentar,
“ Itu orang waras gak sih. Masak keledai dibiarkan begitu saja, tidak ditunggangi. Lalu mereka berdua memilih untuk jalan kaki. Otaknya dimana sih. Di dengkul kali. Mereka tidak menggunakan otaknya.’
Salah seorang lain berkomentar,
“ Benar sekali, mereka orang gila kali, ya. Masak keledai tidak ditunggangi sedangkan mereka masih berjalan kaki. Mungkin mereka sudah kehilangan kewarasan. Lihat saja mereka. Keringatnya sudah bercucuran. Kelelahan tampak menyimuti diri. sudah tahu mereka bisa naik keledai mereka. Tapi mereka memilih jalan kaki. Bukankah itu orang gila. Dasar memang benar, orang gila.”
Mendengar desas-desus, sang anak dan bapak seolah kehilangan kesimbangan. Pikirannya tergoncang hebat, sangat hebat.
“ Apa yang harus kita lakukan sekarang,Pak.’
“ Tirukan bapak, Anakku. Mungkin kali ini mereka tidak akan menyinggung tentang kita. ini yang menurut mereka benar.”
Sang bapak menjunjung keledai itu. Dan sang anak membantunya. Bapak itu menjunjung keledai bagian depan. Sedangkan sang anak menjung keledai bagian belakang. Mereka berjalan dengan tertatih-tatih. Keringat bercucuran deras. Mereka pun menjadi perhatian banyak orang. Salah seorang dari mereka berkomentar,
“ Benar-benar orang, gila. Masak keledai tidak ditumpangi malah dijunjung.”
Salah seorang lain berkomentar.
“ Ya benar, benar orang gila. Itu.’
Mereka berdua telah kehabisan ide dan terus berjalan ke hutan sambil menunjung keledai. Selesai.

Apakah Anda setuju dengan saya. Jika sang bapak atau anak itu berkata,” Suka-suka gue donk, toh keledai gue sendiri. Toh juga keledainya juga tidak kuat ditunggangi oleh dua orang. Bicara aja sesuka loe. Emang gue pikirin !”
Jika hal itu terjadi, CERITANYA AKAN LAIN.



No comments:

Post a Comment