Tuesday, August 12, 2014

Tidak dibolehkan masuk Surga



        
Seorang ustadz tampan di sebuah desa bernama Telogo Sari menjadi buah bibir orang. Ia terkenal dengan sosoknya yang berwibawa. Nada bicaranya terdengar halus. tutur bahasa tersusun rapi.  Ia berpostur tubuh tinggi, berambut hitam lurus, dan berkulit putih. Hidungnya mancung. Ia berjalan tegap dan selalu memancarkan senyum bila bertatapan muka dengan orang. Tidak lupa salam teruscap dari mulutnya.  Ia juga memiliki banyak fans, terutama dari kaum hawa. Dari kalangan anak-anak sampai nenej-nenek. Namanya sangat indah. Ustadz tampan dan murah senyum itu bernama Muhammad Firdaus.
Suatu saat, ia berjalan pelan di pinggir jalan. Seorang nenek tua membawa sebuah bongkahan kayu di belakang punggung. Ia tampak tertatih-tatih. Keringatnya bercucuran deras membasahi pipi. Ia merasakan kelelahan hebat di raga. Kulitnya tampak menipis dengan tulang. Ia berjalan membungkuk.
Ketika nenek itu menegakkan pandangan. Ia tersenyum lebar. Kelelahan sekana terhapus. Ia menyeka air matanya dengan cepat-cepat.  Lalu ia berjalan pelan menuju ustadz tampan itu. ia memancarkan senyuman manis pada Ustadz Firdauas. Dan ustadz firdaus menyahutnya dengan salam.
“ Assalamualaikum, Nek.” Sapa Ustadz Firdaus.
Ketegangan menyelimuti tubuh nenek berkulit sawo matang itu. lalu ia menjawab dengan tertatih-tatih.
“ Walaikumussalam, Ustadz.”
“ Gimana kabar nenek, kok tampak kelelahan.”
“ Alhamdulillah baik, Ustadz. Ya benar, nenek merasa lelah sekali. Seatiap hari, neneka harus berjalana kaki jauh untuk mengambil kayu-kayu. nenek sangat kelelhana ustadz. Dan ustadz sendiri, gimana kabarnya ?”
Ustadz Firdaus tersenyum lebar. Ia pun merespon,
“ ALHAMDUlilah, Nek. Kabar saya baik-baik saja. Wah, nenek ini begitu rajin. Nenek berkeliling hutan setiap hari. Tapi sayang sekali, di surga nanti tidak ada orang seperti nenek.”
Nenek itu tersentak kaget. dadanya berdebar kencanf. Kedua matanya melotot tajam. Ada getaran hebat di hati nenek itu. nenek itu mearas langit seolah runtuh, lalu menimpa dirinya. Ia berkata dengan nada tinggi,
“ Maksdu Anda orang seperti saya tidak berada di surga ?”
Ustadz itu menjawab dengan tegas,
“ Benar sekali. Orang seperti anda tidak akan berada di surga.”
Mendengar  ucapan pemuda itu, nenek itu segera belalu dari ustadz. Ia pun sempat mengucapkan salam. Di perjalanna, hatinya begitu tercabik-cabik. Ia mendengar ucapan ustadz itu penuh rasa pilu. Ia meanis keras, dangat keras.
“ jadi Untuk apa aku melakukan sholat, puasa, dan ibadah lain. untuk apa aku pergi ke mashid setiap waktu. Tapi tidak mungkin ustadz itu berbohong. Ia seornag ustadz. Jadi kalau aku tidak boleh masuk surga, berarti neraka donk. Kan ahanya ada dua pilihan di alam akhirat, antara surga dan neraka hiks...hiks....hiks....,” ucap nenek itu sambil menangis histeris.
Sesampai di rumah, ia terbaring lesu tiada daya. Ia menatap lagit-lagit kamar. Ia menangis keras. Ia merasa menjadi manusia paling bernasib sial di dunia. Air matanya melelh deras membasahi pipi.
“ Hikas...hiks...aku akan mempertanyakan kembali ucapan ustadz itu besok. Ia pasti tergelincir dalam kata-katanya. Ia masih anak muda. Ternyata bukan hanya orang tua saja yang bisa ngelantur, anak mud apun juga begitu,” ucapnya dalam hati.
Ia merasa resah dan gelisah. Nasi terasa batu baginya. Air teras duri baginya. Mulutnya kerig. Tiba-tiba ia terbayang neraka yang mengerikan. Ia membayangkan api berkobar-kobar, lalu melahap dirinya. Ia berteriak keras. Rasa khawatirnya semakin memuncak. Ia berteriak keras sambil menggulingkan tubuh di atas kasur. Angin malam masuk lewat jendela terbuka. Ia menutup kedua telinganya dengan tangan. Ia benar0benar tersiksa oleh ucapan ustadz itu.
Keesokan hari, ketika ustadz firadus meneyelsaikan ceramahnya di masdji Hmidah. Nenek itu menghampirinya dengan cepat. Ia memnacrkan senyuman manis. Bebean jiwa seolah tidak tampak dari raut wajahnya. Ustadz firdaus pun menartapnya dengns enyuman. Sementara jamaag lain telah meninggalkan masjid. Nenek itu mencoba menangkan diri. ia mengambil napas panjang.
“ Apa kabar, Ustadz,” sapa nenek dnegan halus.
“ Bai, Alhamdulliah, Nek.”
“ Ustadz, benarkah orang seperti saya tidak ada masuk surga ?” tanya nenek itu penuh harap.
Dengan tegas, ustadz firdaus menjawab,
“ Ya, benar. Orang seperti anda tidak ada di surga.”
Mendengar ucapannya, hatinya benar-benar hancur. Ia berpamitan dengan cepat. Ia berjalan ke rumahnya dengan lemas. Harapannya pupus sudah. Ia divonis oleh seorang ustadz terkenal akan masuk neraka. Banyak mobil melewati jalan raya. Ia berjalan berhati-hati agar tidak mati mendadak.
“ Kalau aku mati mendadak, aku akan langsung disiksa hiks...hiks..hiks,” ucapnya sambul mennagis tersedu-sedu.
Di pinggri jalan ia bertemu dengan seorang ustadz lain bernama Paino. Ia menghampirinya dengan snyum.
“ Ada apa, Nek ?”
“ begini, usatadz. Saya mau tanya ?”
“ Ya, silakan saja, Nek.”
“ Saya seorang muslim. Lalu saya mengerjakan seluruh ibadah, mulai dari solat, zkaat. Puasa, dll. Apakah saya bisa masuk surga, Uastaz’”
Ustadz itu tersenyum lebar.
“ Ya tentu saja, Nek. Setiap orang beramal soleh akan mendapatkan pahala, dan pahalan akan terkumpul menjadi amalaan soleh, dan amalan soleh dapat memabawa kita ke surga/”
Nenek itu tersenyum lebar. ia merasa ustadz firdaus telah berbuat kesalahana. Lalu ia pulang dengan dengan cepat. Di dalam rumah, ia langsung berbaring. Pikirannya hanya terfokus pada ucapan ustadz firdaus. Ia emnatap langit-langit kamaranta. Hatinya begitu resah dab gelisah.
Dalam hati, ia berkata,
“ usatadz firdaus pasti keliru. Aku kan seorang muslimah dan aku layaka untuk diberi ganjaran atas jerih payahku dan ibadahku selamai ini. bukan hanya memnfonis saja. Masaka aku harus ke nerakaa, aku kan orang baik sedangkan di sana tempat untuk orang-orang yang bermala butruk.”
Keesokan hari, ia kembali menemui ustadz firdaus. Ia sedikit memperlihatkan wajah cemberut. Mukanya pucat. Sementara sang ustadz hendak berjalan menuju ke masjid. Ia didampingi dua santri. Mereka berdua sedang asyik berbincang dengan beliau. Nenek it menyapa ustadz firdaus.
“ assalamuaikum, ysradz.”
“ walaikusussalam., eh enenek,” kata udstadz firdaus.
‘ bagaimana kabar ustadz’
“ baik, nek. Alhamdulillah.”
“ ustadz, kemarian dan kemarin lagi, saya merasa ucapan ustadz keliru bahwa saya akan berada di neraka nanti sedangkan saya beramal soleh setioa hari. Saya mengerjakan sholat lima waktu tanpa bolong. Saya juga menunaikan zakart, saya juga melakasanakan puasa dan alain-lain. dan orang seperti sayaa bisa masuk surga , itu sudah jelas. Ustadz jangan menvonis saya seperti kemarian dan kemarian,”
Mendengar ucapan nenek itu, ustadz firdaus tetrtawapelan, begitu pula dua santri di sampingnya. Ia menutup mulutnya dengan tangan. Nenek itu pun terheran. Ia mengerutkan kening.
“ menagapa anda tersenyum ?” tanya nenek itu.
Ustadz firdaus mengambil napas panjang. Ia menjawab,
“ Nek, ucapan saya tidak salah kemarin dan kemarian lagi, Nek. Orang seprti nenek itu tidak ada di surga/ di surga itu orangnya muda-muda, tidak tua-tua seperti nenek. Jadi kalau nenek masuk surga nanti, nenek akan menjadi muda lagi he...he....he....”
Nenek itu menapuk kening dengan kearas. Ia langsung berpamitan dan pulang dengan hati gembira.
“ Aku ajdi gadis lagi di sana he,,he,,he,,” ucapanya dalam hati,


No comments:

Post a Comment