Sunday, November 30, 2014

Sekilas Pondok Pesantren Modern Islam Maahid Kudus




Kota Kudus merupakan kota berpenghasil rokok terbesar di negeri ini, terletak di propinsi Jawa Tengah. Dikelilingi beberapa kota di sekelilingnya, seperti Demak, Jepara, dan Pati. Selain Demak yang terkenal dengan kota Para wali dan penghafal Al Qur’an, Kudus pun tidak kalah canggih disebabkan saling bertetangga. Demak punya Sunan Kalijaga sebagai tokoh asli situ, Kudus pun punya Sunan Kudus dan Muria.
 
Bangunan bersejarah di Kudus diantaranya adalah Menara Kudus. Menara Kudus hasil akulturasi budaya atas inisiatif Sunan Kudus. Di sebelahnya, sebuah masjid yang didesain sangat mirip dengan masjid di Palestina, yaitu Masjid Al Aqsha. Namanya pun Masjid Al Aqsha. Jika Anda lihat langsung atau pun melalui internet, maka hampir sama persis seperti di Palestina. Mungkin penisbatan namanya juga yang berasal dari kata “ Quds “ berarti suci. Lalu diindonesiakan menjadi Kudus. 


Beberapa kilometer di sebelah utara Menara Kudus, melewati perkebunan tebu, melewati sebuah gudang tembakau, sebuah bangunan megah berdiri. Bangunan memanjang berpapan putih dengan sebuah masjid berdinding hijau mengelilingi area kehijauan tumbuhan di situ. Di situlah berdiri sebuah lembaga pendidikan Islam berbasis pondok pesantren bernama Pondok pesantren Islam Maahid Kudus. 

Pondok pesantren Islam Maahid Kudus didirikan oleh Ust. Kamal Fauzi, seorang anggota DPR RI yang juga seorang ulama sekaligus tokoh masyarakat di Kudus. Tidak butuh waktu lama untuk ternama, Nama Ponpes Maahid terus melejit maju seiring banyak para alumninya sukses dan berkontribusi untuk umat. Generasi demi generasi Madrasah Aliyah Terpadu Maahid hamper keseluruhan diterima di Lipia Jakarta dan lembaga Islam lain, bahkan juga universitas universitas negeri di Indonesia. Alumnus pun sebagian belajar di luar negeri atas beasiswa prestasi. 

Pondok pesantren berdiri cukup lama. Hanya saja Madrasah Aliyah Terpadu Maahid kurang lebih satu decade berdiri. Hal itu membuat antusias pendaftaran tinggi seiring ternama dan terbukti bidang keilmuwan yang dipelajari. 

Madrasah Maahid merupakan lembaga pendidikan sangat terkenal di Kudus. Setiap orang selalu bilang,” Di situ tempat belajarnya calon Kyai, calon Ulama.” Ponpes Maahid sendiri memiliki keistimewaan di mata orang dibanding orang lain. Karena sejatinya setiap individu maupun kelompok harus punya keunggulan ( walaupun satu ) dari yang lain. Kalau itu, untuk apa lembaga maupun individu disukai ?

Apa keunggulan Ponpes Maahid ?

Menurut sepengetahuan saya yang juga alumni Maahid, Maahid itulah “ Tempatnya Nahwu Shorof “ Maahid itulah “ Tempatnya Belajar Cepat Kitab Gundul ( Tidak berkaharakat )” 

Artinya, semua orang mengakui alumninya pasti bisa Bahasa Arab, baca kitab tidak berkaharakat. Dan itu dikenal sangat luas oleh banyak orang. Untuk itu, tidak main main proses belajarnya hingga ujian kelulusan. Ada ujian tersendiri selain ujian Nasional, yaitu ujian local. Dan tidak main main juga ada lulus dan belum berhasil.

Dan bukan hanya sekadar santri saja, tapi cerdas berbahasa Arab. Jikalau hanya sekadar menjadi santri, tentu orang tidak seconding itu pada Maahid. Tidak kalah juga Hafalan Al Qur’an. Setiap santri harus keluar menjadi alumni membawa hafalan yang ditargetkan Madrasah. Kalau belum mampu, ya belum berhasil.

Saudara, saya pribadi jujur masuk Maahid karena meniru kakak saya yang juga alumni sana. Di desa saya, Maahid sangat terkenal dan terkenal. Karena Maahid itu netral ( tidak meyangkut ormas apa pun ), dari ormas apa pun bisa masuk tanpa sedikit pun curiga. Saya pribadi dulu punya banyak teman dari ormas berbeda, seperti muhammdiyah, Nahdhatul Ulama, dan lain lain.  Tapi setelah masuk, saya menemukan banyak manfaat di sana. Sungguh. Saya diasuh oleh pengajar dan msuyrif kompeten di bidangnya yang membuat keilmuwan bertambah. 

Kisah pengalaman saya

Saya termasuk alumni generasi ke lima Madrasah Aliyah Terpadu Maahid Kudus. Jujur, saya bukanlah juara ujian kelulusan. Nilai saya antara mapel umum dan agama jauh dan jauh, jauh lebih unggul yang umum. Bahkan 3 kali try out, saya selalu berada posisi 1 dari ratusan siswa laki laki dan perempuan jika digabung dengan Maahid bukan pondok. Anehnya, saya juga tidak tahu kenapa ujiannya kok tidak nomor 1. Itu untuk bidang UN. Tapi untuk mapel Arab, saya hanya murid yang tidak terlalu istimewa. Saya sering remidi dalam mapel Bahasa Arab ketika yang mengampu ustadz lulusan luar negeri. Tahfidz pun tidak terlalu istimewa.

Lulus, karena pendaftaran Lipia dan Nuamiy terlambat, daripada nganggur, saya coba belajar untuk kuliah di Solo. Saya belajar di Mahad Abu Bakar Solo yang juga bekerjasama dengan UMS Solo. Kerjasama setiap alumni Abu Bakar bisa melanjutkan S1 di UMS tanpa harus mengulangi. Artinya di Abu Bakar yang setara D3 hanya 2 tahun, lalu setelah lulus langsung 2 tahun berikutnya di UMS. Di Abu Bakar untuk program dari nol, berarti 2,5 tahun ketika dimulai dari Tamhidy ( permulaan ).

Saya saat itu masih 17 menginjak 18 tahun, masih unyu unyu. Di Mahad Abu Bakar sendiri, ditest untuk bisa langsung dimasukkan ke semester tinggi jika bisa melewati test. Saya pun ikut test baik tulis maupun lisan dari dosen lulusan timteng. Dan hasilnya, saya langsung dimasukkan semester 3. Baru kuliah, langsung melejit tinggi. 

Semua orang di situ terus bertanya apakah saya mahir di pesantren saya. Saya jawab jujur ‘ Tidak “. Apakah saya juara. Saya jawab,” Tidak.” Bahkan saya 1 dari 3 mahasiswa yang masuk semester 3 dari ribuan orang yang mendaftar. Dua teman saya usianya sudah 34 dan 38 dan alumni ponpes terkenal dan belajar lagi di tempat lain dan belajar lagi. Sedang saya masih 17 tahun. Maka saya menjadi termuda di situ. 

Ketika para dosen di sana bertanya dari mana asal sekolah. Saya jawab Maahid. Semua dosen bilang,” Masyhur ( terkenal )”

Maahid sudah terkenal di Solo. Dan dosen tidak menganggap aneh kalau saya bisa langsung masuk semester 3 karena background saya yang dari Maahid.

“ Itu wajar, karena kamu dari Maahid.”

Artinya, tidak butuh waktu lama saya lulus S1 andai saya melanjutkan di situ. 

Nalis

No comments:

Post a Comment