Wednesday, November 5, 2014

Perubahan Perasaan



Untuk apa orang mengejar uang ? Apa karena mereka ingin lembaran kertas bergambar tokoh pahlawan, lalu dipuja puja di dalam rumahnya, dicium penuh kebanggan. Apakah lembaran lembaran kertas itu menjadi tujuannya.

Untuk apa orang belajar tinggi tinggi, bahkan sampai luar negeri ? Apa untuk mencari ilmu, sebatas itukah ? Kalau ditanya, sudahkah Anda puas dengan balasan dari pencarian Anda ? Lalu mengapa dicari jika jawabannya selalu tidak sebanding dengan beaya yang dikeluarkan dari kantong orang tua, bahkan pribadi ( bagi yang sudah berpenghasilan ).

Untuk apa orang berlomba membangun tempat tinggi, menjadi anggota pemerintahan, toh juga hasilnya juga tidak begitu berimbang dengan keinginan dan batin yang dirasa oleh mereka. 

Pada dasarnya, orang mencari dunia hanya satu tujuan, satu saja, tidak lebih. Ada tujuan dibalik pencarian banyak uang lembaran kertas. Ada tujuan dibalik pencarian banyak tempat pendidikan dari waktu ke waktu.

Apa itu ?


Yaitu perubahan perasaan. 

Sesungguhnya mereka tidak menginginkan lembaran kertas bergambar tokoh pahlawan. Mereka hanya menginginkan perubahan perasaan, yang mana dalam imajinasi mereka menjadi lebih baik dan baik dari sebelumnya.

Dengan banyak uang, maka mereka bisa membantu banyak orang. Mereka bisa membantu saudara, teman, murid, bahkan orang yang belum dikenal sedikit pun tanpa harus merasakan kepedihan hati akibat dia tidak punya uang. 

Dengan banyak uang, dia berobat dan mengobati orang dengan kualitas baik, berkendaraan dengan kualitas baik, makan dan minum dengan kualitas sehat yang alami, dan lain sebagainya.

Dengan belajar tinggi, dia bisa membimbing banyak orang menjadi cerdas. Bayangkan dia tidak bisa menolong banyak orang yang belum paham ilmu agama sedangkan batinnya terus menyesak seiring rasa empati dirinya yang begitu dalam. 

Banyak orang bilang,” orang kaya selalu gaya hidup mewah. Dan orang miskin gaya hidup sederhana. Jadi hiduplah hemat, jangan jadi pemboros.”

Saya mengamati pemikiran itu kurang tepat. Sebab mewah atau tidak, tergantung cara pelaku, bukan dari kondisi orang. Banyak teman yang kaya raya juga punya motor standart, pakaiannya sedikit, dan kalau punya mobil pun sederhana.

Ketika saya Tanya,” Mengapa kok begitu, kamu tidak suka mewahan.”
Dijawab,” Aku itu kurang suka motor. Bagiku motor itu wasilah untuk cepat sampai saja. Tidak suka model mana pun dan menvariasi motor. Memang sebagain besar orang suka, tapi namanya juga orang, beda beda donk. Jadi untuk apa yang tidak terlalu suka kok dipaksakan untuk beli, mending uangnya pakai yang buat hobi. Tapi untuk motor juga perlu diperhatiin hemat bahan bakar, keawetan mesin. Itu namanya perhatian fungsi. Tapi yang jelas aku tak suka gaya gaya an.”

Sedangkan kita lihat orang lagi yang berkekurangan harta, tampak bermewahan, dapat uang langsung beli segala macam. Hal itu menimbulkan uangnya habis sebelum uang datang lagi dari gaji. Akibatnya dia berhutang untuk makan sehari hari. Dan itu hutang konsumtif yang mana menjadi seburuk buruk hutang. 

Kita lihat di layar kaca sering diperlihatkan banyak orang terkenal bermewahan, dari hari demi hari gonta ganti pakaian, tas, sepatu, bahkan mobil. Bahkan untuk tas saja, dia tidak mau pakai produk local, harus buatan eropa. Masyarakat sudah terhipnotis berbuah teladan buruk bagi kita.

Tapi ketahuilah, memang tidak semua, sebagian dari mereka tidak memiliki semua barang mewah. Mereka hanya menyewa saja. Ibarat Anda kredit motor, bgitulah kiranya. Hal itu untuk menaikkan pamor eksis diri mereka di mata public. Saya rasa tidak perlu menyebutkan, atau bahkan mungkin Anda sudah tahu.
Sekali lagi, perubahaan perasaan yang kita inginkan.

No comments:

Post a Comment