Kota Kudus merupakan kota
berpenghasil rokok terbesar di negeri ini, terletak di propinsi Jawa Tengah.
Dikelilingi beberapa kota di sekelilingnya, seperti Demak, Jepara, dan Pati.
Selain Demak yang terkenal dengan kota Para wali dan penghafal Al Qur’an, Kudus
pun tidak kalah canggih disebabkan saling bertetangga. Demak punya Sunan
Kalijaga sebagai tokoh asli situ, Kudus pun punya Sunan Kudus dan Muria.
Bangunan bersejarah di Kudus
diantaranya adalah Menara Kudus. Menara Kudus hasil akulturasi budaya atas inisiatif
Sunan Kudus. Di sebelahnya, sebuah masjid yang didesain sangat mirip dengan
masjid di Palestina, yaitu Masjid Al Aqsha. Namanya pun Masjid Al Aqsha. Jika
Anda lihat langsung atau pun melalui internet, maka hampir sama persis seperti
di Palestina. Mungkin penisbatan namanya juga yang berasal dari kata “ Quds “
berarti suci. Lalu diindonesiakan menjadi Kudus.
Beberapa kilometer di sebelah utara
Menara Kudus, melewati perkebunan tebu, melewati sebuah gudang tembakau, sebuah
bangunan megah berdiri. Bangunan memanjang berpapan putih dengan sebuah masjid
berdinding hijau mengelilingi area kehijauan tumbuhan di situ. Di situlah
berdiri sebuah lembaga pendidikan Islam berbasis pondok pesantren bernama
Pondok pesantren Islam Maahid Kudus.
Pondok pesantren Islam Maahid Kudus
didirikan oleh Ust. Kamal Fauzi, seorang anggota DPR RI yang juga seorang ulama
sekaligus tokoh masyarakat di Kudus. Tidak butuh waktu lama untuk ternama, Nama
Ponpes Maahid terus melejit maju seiring banyak para alumninya sukses dan
berkontribusi untuk umat. Generasi demi generasi Madrasah Aliyah Terpadu Maahid
hamper keseluruhan diterima di Lipia Jakarta dan lembaga Islam lain, bahkan
juga universitas universitas negeri di Indonesia. Alumnus pun sebagian belajar
di luar negeri atas beasiswa prestasi.
Pondok pesantren berdiri cukup lama.
Hanya saja Madrasah Aliyah Terpadu Maahid kurang lebih satu decade berdiri. Hal
itu membuat antusias pendaftaran tinggi seiring ternama dan terbukti bidang
keilmuwan yang dipelajari.
Madrasah Maahid merupakan lembaga
pendidikan sangat terkenal di Kudus. Setiap orang selalu bilang,” Di situ
tempat belajarnya calon Kyai, calon Ulama.” Ponpes Maahid sendiri memiliki
keistimewaan di mata orang dibanding orang lain. Karena sejatinya setiap
individu maupun kelompok harus punya keunggulan ( walaupun satu ) dari yang
lain. Kalau itu, untuk apa lembaga maupun individu disukai ?
Apa keunggulan Ponpes Maahid ?
Menurut sepengetahuan saya yang juga
alumni Maahid, Maahid itulah “ Tempatnya Nahwu Shorof “ Maahid itulah “
Tempatnya Belajar Cepat Kitab Gundul ( Tidak berkaharakat )”
Artinya, semua orang mengakui
alumninya pasti bisa Bahasa Arab, baca kitab tidak berkaharakat. Dan itu
dikenal sangat luas oleh banyak orang. Untuk itu, tidak main main proses
belajarnya hingga ujian kelulusan. Ada ujian tersendiri selain ujian Nasional,
yaitu ujian local. Dan tidak main main juga ada lulus dan belum berhasil.
Dan bukan hanya sekadar santri saja,
tapi cerdas berbahasa Arab. Jikalau hanya sekadar menjadi santri, tentu orang
tidak seconding itu pada Maahid. Tidak kalah juga Hafalan Al Qur’an. Setiap
santri harus keluar menjadi alumni membawa hafalan yang ditargetkan Madrasah.
Kalau belum mampu, ya belum berhasil.
Saudara, saya pribadi jujur masuk
Maahid karena meniru kakak saya yang juga alumni sana. Di desa saya, Maahid
sangat terkenal dan terkenal. Karena Maahid itu netral ( tidak meyangkut ormas
apa pun ), dari ormas apa pun bisa masuk tanpa sedikit pun curiga. Saya pribadi
dulu punya banyak teman dari ormas berbeda, seperti muhammdiyah, Nahdhatul
Ulama, dan lain lain. Tapi setelah
masuk, saya menemukan banyak manfaat di sana. Sungguh. Saya diasuh oleh
pengajar dan msuyrif kompeten di bidangnya yang membuat keilmuwan bertambah.
Kisah pengalaman saya
Saya termasuk alumni generasi ke
lima Madrasah Aliyah Terpadu Maahid Kudus. Jujur, saya bukanlah juara ujian
kelulusan. Nilai saya antara mapel umum dan agama jauh dan jauh, jauh lebih
unggul yang umum. Bahkan 3 kali try out, saya selalu berada posisi 1 dari
ratusan siswa laki laki dan perempuan jika digabung dengan Maahid bukan pondok.
Anehnya, saya juga tidak tahu kenapa ujiannya kok tidak nomor 1. Itu untuk
bidang UN. Tapi untuk mapel Arab, saya hanya murid yang tidak terlalu istimewa.
Saya sering remidi dalam mapel Bahasa Arab ketika yang mengampu ustadz lulusan
luar negeri. Tahfidz pun tidak terlalu istimewa.
Lulus, karena pendaftaran Lipia dan
Nuamiy terlambat, daripada nganggur, saya coba belajar untuk kuliah di Solo.
Saya belajar di Mahad Abu Bakar Solo yang juga bekerjasama dengan UMS Solo.
Kerjasama setiap alumni Abu Bakar bisa melanjutkan S1 di UMS tanpa harus
mengulangi. Artinya di Abu Bakar yang setara D3 hanya 2 tahun, lalu setelah
lulus langsung 2 tahun berikutnya di UMS. Di Abu Bakar untuk program dari nol,
berarti 2,5 tahun ketika dimulai dari Tamhidy ( permulaan ).
Saya saat itu masih 17 menginjak 18
tahun, masih unyu unyu. Di Mahad Abu Bakar sendiri, ditest untuk bisa langsung
dimasukkan ke semester tinggi jika bisa melewati test. Saya pun ikut test baik
tulis maupun lisan dari dosen lulusan timteng. Dan hasilnya, saya langsung
dimasukkan semester 3. Baru kuliah, langsung melejit tinggi.
Semua orang di situ terus bertanya
apakah saya mahir di pesantren saya. Saya jawab jujur ‘ Tidak “. Apakah saya
juara. Saya jawab,” Tidak.” Bahkan saya 1 dari 3 mahasiswa yang masuk semester
3 dari ribuan orang yang mendaftar. Dua teman saya usianya sudah 34 dan 38 dan
alumni ponpes terkenal dan belajar lagi di tempat lain dan belajar lagi. Sedang
saya masih 17 tahun. Maka saya menjadi termuda di situ.
Ketika para dosen di sana bertanya
dari mana asal sekolah. Saya jawab Maahid. Semua dosen bilang,” Masyhur (
terkenal )”
Maahid sudah terkenal di Solo. Dan
dosen tidak menganggap aneh kalau saya bisa langsung masuk semester 3 karena
background saya yang dari Maahid.
“ Itu wajar, karena kamu dari
Maahid.”
Artinya, tidak butuh waktu lama saya
lulus S1 andai saya melanjutkan di situ.
Nalis
No comments:
Post a Comment