Suatu hari, seorang pemimpin besar
dibenci semua rakyatnya. Dari mulut ke mulut, semua orang menggunjing
pemimpinnya, terus dan terus menjadi bahan perbincangan hangat, seolah
mengalahkan waktu dan energy untuk berbahagia bersama keluarga mereka. Hal itu
terjadi disebabkan diri mereka hanya rakyat biasa, jikalau berani melawan
tamatlah riwayat mereka.
Yang mereka terus rasakan kesesakan
dada, pemimpin itu selalu datang terlambat di siang hari. Dan juga jarang
sekali datang tepat waktu ke ruang kerja. Dan lebih ironi lagi, dia jarang
sekali mendatangi rakyat dan suka pergi ke luar wilayah untuk bermewahan.
Ketika pemimpin itu naik podium dan
berhadapan dengan rakyat. Salah seorang rakyat berani bertanya dengan tegas
tentang keluh kesah yang selama ini menghidapi dada semua rakyat.
Sang raja hanya tersenyum, lalu
mengambil napas dalam dalam, dan berkata,
“ Sesungguhnya aku mencintai kalian,
sangat cinta. Bahkan kalau diukur antara negeri seberang sana dari sini untuk
kemajuan kalian, walau hujan badai, walau panas terik, walau berjalan kaki, aku
akan tetap berjuang untuk kalian. Ketika kalian kelaparan, maka aku akan
ditanya dan disiksa oleh langit. Ketika kalian berada dalam kedzaliman, maka
aku akan ditempatkan di tempat paling buruk. Dan aku sangat takut siksa Nya.
Aku sangat takut murka Nya. Untuk itu, aku tidak bisa berdiam diri membiarkan kalian
terpuruk sedang aku pemimpin kalian.”
Kemudian pemimpin itu melanjutkan,
“ Kalian tahu aku sering tidak hadir
di hadapan kalian di sore hari, siang hari, sesungguhnya aku selalu menjaga
negeri kita untuk aman dan Berjaya di hadapan Negara lain. Untuk itu,
kedaulatan negeri ini menjadi harga mati, sekalipun menyerahkan nyawaku. Aku
bepergian melewati panas gurun, hujan badai, berjalan kaki berkilo meter untuk
berunding dan berunding. Lalu setelah itu, aku pulang dengan pakaian kotor. Aku
mencucinya di malam hari, karena malam dingin, maka aku terus memasang api
supaya sebelum esok cepat kering, jikalau tidak kering, maka aku akan telanjang
setengah badan menemui saudara kalian yang belum beruntung. Sebelum siang, aku
selalu mengunjungi semua tempat anak yatim di pelosok negeri ini, mengajari
mereka iman kepada langit, dan sesekai masayarakat di situ menertawaiku karena
aku tidak jarang telanjang dada menemui orang badui itu. Baju yang kalian lihat
ini adalah milikku satu satunya.”
Nalis
No comments:
Post a Comment