Untuk apa orang mengejar uang ? Apa
karena mereka ingin lembaran kertas bergambar tokoh pahlawan, lalu dipuja puja
di dalam rumahnya, dicium penuh kebanggan. Apakah lembaran lembaran kertas itu
menjadi tujuannya.
Untuk apa orang belajar tinggi
tinggi, bahkan sampai luar negeri ? Apa untuk mencari ilmu, sebatas itukah ?
Kalau ditanya, sudahkah Anda puas dengan balasan dari pencarian Anda ? Lalu
mengapa dicari jika jawabannya selalu tidak sebanding dengan beaya yang
dikeluarkan dari kantong orang tua, bahkan pribadi ( bagi yang sudah
berpenghasilan ).
Untuk apa orang berlomba membangun
tempat tinggi, menjadi anggota pemerintahan, toh juga hasilnya juga tidak
begitu berimbang dengan keinginan dan batin yang dirasa oleh mereka.
Pada dasarnya, orang mencari dunia
hanya satu tujuan, satu saja, tidak lebih. Ada tujuan dibalik pencarian banyak
uang lembaran kertas. Ada tujuan dibalik pencarian banyak tempat pendidikan
dari waktu ke waktu.
Apa itu ?
Yaitu perubahan perasaan.
Sesungguhnya mereka tidak
menginginkan lembaran kertas bergambar tokoh pahlawan. Mereka hanya
menginginkan perubahan perasaan, yang mana dalam imajinasi mereka menjadi lebih
baik dan baik dari sebelumnya.
Dengan banyak uang, maka mereka bisa
membantu banyak orang. Mereka bisa membantu saudara, teman, murid, bahkan orang
yang belum dikenal sedikit pun tanpa harus merasakan kepedihan hati akibat dia
tidak punya uang.
Dengan banyak uang, dia berobat dan
mengobati orang dengan kualitas baik, berkendaraan dengan kualitas baik, makan
dan minum dengan kualitas sehat yang alami, dan lain sebagainya.
Dengan belajar tinggi, dia bisa
membimbing banyak orang menjadi cerdas. Bayangkan dia tidak bisa menolong
banyak orang yang belum paham ilmu agama sedangkan batinnya terus menyesak
seiring rasa empati dirinya yang begitu dalam.
Banyak orang bilang,” orang kaya
selalu gaya hidup mewah. Dan orang miskin gaya hidup sederhana. Jadi hiduplah
hemat, jangan jadi pemboros.”
Saya mengamati pemikiran itu kurang
tepat. Sebab mewah atau tidak, tergantung cara pelaku, bukan dari kondisi
orang. Banyak teman yang kaya raya juga punya motor standart, pakaiannya
sedikit, dan kalau punya mobil pun sederhana.
Ketika saya Tanya,” Mengapa kok
begitu, kamu tidak suka mewahan.”
Dijawab,” Aku itu kurang suka motor.
Bagiku motor itu wasilah untuk cepat sampai saja. Tidak suka model mana pun dan
menvariasi motor. Memang sebagain besar orang suka, tapi namanya juga orang,
beda beda donk. Jadi untuk apa yang tidak terlalu suka kok dipaksakan untuk
beli, mending uangnya pakai yang buat hobi. Tapi untuk motor juga perlu
diperhatiin hemat bahan bakar, keawetan mesin. Itu namanya perhatian fungsi.
Tapi yang jelas aku tak suka gaya gaya an.”
Sedangkan kita lihat orang lagi yang
berkekurangan harta, tampak bermewahan, dapat uang langsung beli segala macam.
Hal itu menimbulkan uangnya habis sebelum uang datang lagi dari gaji. Akibatnya
dia berhutang untuk makan sehari hari. Dan itu hutang konsumtif yang mana
menjadi seburuk buruk hutang.
Kita lihat di layar kaca sering
diperlihatkan banyak orang terkenal bermewahan, dari hari demi hari gonta ganti
pakaian, tas, sepatu, bahkan mobil. Bahkan untuk tas saja, dia tidak mau pakai
produk local, harus buatan eropa. Masyarakat sudah terhipnotis berbuah teladan
buruk bagi kita.
Tapi ketahuilah, memang tidak semua,
sebagian dari mereka tidak memiliki semua barang mewah. Mereka hanya menyewa
saja. Ibarat Anda kredit motor, bgitulah kiranya. Hal itu untuk menaikkan pamor
eksis diri mereka di mata public. Saya rasa tidak perlu menyebutkan, atau
bahkan mungkin Anda sudah tahu.
Sekali lagi, perubahaan perasaan
yang kita inginkan.
No comments:
Post a Comment