1.
Tuhan
Menilai Usaha Manusia. Sedang Manusia Menilai Apa Yang Dilihatnya Dari Usaha
Manusia.
Suatu hari,
seorang penjaga masjid sedang membersihkan lantai masjid. Dia menyapu penuh
semangat. Karena masjid besar dan hanya dia seorang diri yang membersihkan
masjid itu, dia pun merasakan letih hebat. Dia berhenti sejenak dan
meninggalkan sisa sisa debu di pinggiran. Dia membersihkannya cukup lama dan
saatnya untuk meneguk minuman pelepas dahaga.
Dia sejenak
keluar untuk membeli minuman. Dia pun meninggalkan masjid sejenak. Tidak
berselang lama, dua orang berjalan menuju masjid. Dan kebetulan pula, mereka
berdua melihat penjaga itu keluar bersama sepeda.
Mereka berdua
melihat kondisi masjid. 98% bersih tapi masih sisa sedikit debu. Mereka pun
berkata,
“ Becus gak sih
dia ! Lihat, masih kotor kok ditinggalin. Gak becus tuh orang !”
“ Matanya picik
kali !”
Benar saja,
mereka murka pada apa yang dilihatnya.
Penyikapan
Tuhan bukan seperti itu. Yang dilakukan penjaga semuanya dihitung. Semuanya
bernilai oleh Tuhan. Maka tiada kerugian pada diri penjaga itu karena dia
melakukan amal sholeh dari jerih payahnya.
2.
Tuhan
Memuliakan Budak. Manusia Merendahkan Budak
Siapakah
manusia ? Makhluk hebat dan sejajar dengan pencipta ? Atau bahkan anak Tuhan ?
Sangat tidak.
Manusia tidak lebih dari hamba. Kalau saya boleh lebih kasar lagi, manusia adalah
budak.
Lalu apa
definisi budak ? Budak adalah hamba sahaya yang disuruh disuruh oleh majikannya
tanpa dibayar. Diperlakukan seolah hewan. Kalau salah sedikit, dibentak bentak,
dimarah marahi, dikucilkan, dan diperlakukan dengan seenaknya. Karena budak
ibarat harta benda, sesuka hati bisa diperlakukan oleh pemiliknya. Mau
membuangnya atau menyimpannya, semua terserah majikan.
Betapa manusia
merendahkan budak. Tapi tidak dengan budak bernama manusia di mata Tuhan.
Manusia adalah budak yang dimuliakan, budak yang dihormati. Jikalau manusia
membangkang, tidak serta merta Tuhan murka. Karena Tuhan maha pengasih. Jikalau
manusia sekali pun kufur, Tuhan masih memberi rezeki untuk mereka. Bandingkan
perlakukan manusia dengan budak miliknya. Maka jelas, Tuhan maha pengasih dan
penyayang.
3.
Tuhan
Mencintai Hamba Yang Kembali Sekali pun Melampaui Batas. Sedang Manusia
Membenci Orang Yang Menyakitinya.
Bayangkan,
seorang murid yang Anda ajar dengan susah payah bertahun tahun. Bukan hanya
itu, Anda juga telah membantunya dengan mengeluarkan banyak uang dan tenaga dan
waktu. Ketika dia sudah menjadi berilmu, dia bukan membanggakan Anda, malah dia
malah membangkang perintah Anda. Bukan hanya itu, dia berbalik memusuhi Anda.
Dia mencemarkan nama baik Anda ke seluruh penjuru dunia. Dia berbalik menjadi
orang yang sampai mati pun akan terus membuat Anda jatuh, dimana pun Anda
berpijak, dia terus mengintai. Dan sekali Anda naik, maka dia siap
menghancurkan tangga Anda untuk Anda cepat jatuh.
Bayangkan
perasaan Anda. Lalu dia datang meminta maaf. Masihkah Anda memaafkan ? Kalau
ya, Anda belum bisa merasakan penderitaan dalam kisah nyata. Tidak mungkin,
kecuali Anda meminta ganti rugi atas kerugian yang Anda alami atas ulahnya yang
sangat lama, dan semua menindas Anda.
Beda dengan
Tuhan. Betapa membangkang dan menggunung dosa manusia. Ketika manusia itu
kembali, Tuhan amat sangat mencintainya. Dan Tuhan sangat bergembira melebihi
gembira seorang musafir yang kehilangan untanya di padang pasir yang mana tiada
apa pun di sana kecuali dirinya. Musafir itu kehilangan harapan dan putus asa.
Seketika unta datang menghampirinya. Alangkah gembiranya sang musafir. Dan
Tuhan lebih gembira melihat seorang hamba bertaubat melebihi gembira seorang
musafir yang kehilangan ontanya.
4.
Tuhan
Selalu Melebihkan. Manusia Selalu Mengurangkan.
Pernahkah Anda
membalas balas budi orang yang menolong Anda dengan pemberian tidak wajar ?
Jawabannya
pasti tidak pernah.
Semisal orang
menolong Anda ketika terjatuh dari motor. Padahal kalau tidak ada dia, bisa
jadi Anda merintih kesakitan. Lantas Anda pasti memberinya balas budi ?
Lalu apa yang
Anda beri ?
Ya pasti
sewajarnya. Lalu apa ?
Rumah ?
Mobil ?
Pasti
sewajarnya. Apalagi kondisi Anda tertekan ekonomi. Tidak mungkin Anda memberinya
lebih, makan saja sulit, rumah masih ngontrak.
Apalagi maaf
misalnya orang yang sangat mencintai uang. Kalau ada THR, berapa dia beri pada
karyawan karyawannya. Pasti sesuai standart sekali pun omzet Anda naik 3000%.
Apalagi kalau turun ?
Sejatinya
mereka punya anak istri yang harus dihidupi. Jika memang naik terus menerus,
keluarlah dari batas kewajaran, naikkan gaji dan bonus mereka. Lalu imingi
mereka bahwa omzet menurun sedang pendapatan mereka naik.
Mereka pasti
bilang dengan tidak tega,
“ Hiks .. hiks
.. alangkah tidak teganya saya menerima. Saya akan bekerja lebih giat lagi
supaya untung terus mengalir.”
Tuhan maha
kaya. Anda sedekah berapa pun. Maka janji Tuhan akan dibalas dengan berlipat
berlipat. Dengan bersyukur atas nikmat Nya. Maka akan ditambah lagi nikmat Nya.
Tuhan maha kaya.
5.
Tuhan
Selalu Menanggung. Manusia Selalu Acuh Bahkan Melarikan Diri
Tuhan selalu
bertanggungjawab dan menanggung. Dia menciptakan Manusia. Maka Tuhan menanggung
semuanya, mulai tempat tinggal, fisik kecerdasaan, raga yang layak, dan tentu
saja rezeki. Segala sesuatu yang ada di bumi merupakan kesempurnaan untuk
manusia. Karena Dia menciptakan manusia untuk beribadah, maka dia memberi
segala fasilitas supaya manusia itu nyaman dalam menjalankan tujuan yang hakiki
yaitu beribadah.
Beda lagi
dengan manusia, dia menyuruh orang, kadang acuh, masa bodoh, seolah “ bukan
urusan saya.” Padahal jelas dialah yang menyuruh, otomatis dia harus menanggung
segala fasilitas. Kalau pun disediakan, biasanya pikirannya hanya keuntungan
melulu dan mengeluarkan banyak beaya. Padahal yang disuruh tidak kalah banyak
juga nilai tanggungan, mulai dari asuransi kalau sewaktu waktu terjadi, dan hal
lain yang memang wajib dipenuhi.
Intinya, Tuhan
tidak main main menanggung begitu agungnya kehidupan manusia. Manusia kadang
pelit dan kikir padahal jelas dia harus menanggung yang layak.
Nalis
No comments:
Post a Comment