Umur 5 tahun, pertengahan tahun
1996, orang tua saya langsung memasukkan saya ke jenjang SD. Jadi masa kecil,
saya tidak merasakan pendidikan anak taman bermain maupun dibawahnya. Hal
disebabkan teman teman bermain yang notabene lebih tua satu tahun dari saya.
Teman teman SD saya rata rata kelahiran tahun 1990 dan saya tahun 1991, jadi
bisa dibilang saya ejakulasi dini dalam pendidikan.
SD tempat saya belajar terletak
hanya beberapa meter saja dari rumah saya. Terletak di dataran rendah dari
tanah jalan. SD itu bernama SDN Kenduren 2, sebuah SD milik pemerintah yang
jauh dari kata peduli dari pemerintah, ibarat sang bapak menelantarkan anak
kandung sendiri. Kalau anak disebut durhaka jika membangkang perintah orang
tua, maka orang tua disebut bejat jika menelantarkan sang anak. Tapi itulah
fakta.
Jangan dibayangkan bangunan dan
daerah tempat tinggal seperti bayangan Anda, dulu waktu ketika masih eksis,
bangunan SD itu sangat memilukan. Bangunan SD itu memanjang seperti sekolah
lain pada umumnya. Tapi temboknya rusak retak bahkan berlubang. Atapnya sudah kusam
dan sebagian ditembel memakai seng. Jadi kalau musim hujan, suara gaduh
terdengar hebat di telinga. Bahkan suara guru pun tidak terdengar. Bukan hanya
itu, karena saking kusamnya, air hujan mengalir deras ke dalam kelas. Bukan
menetes, tapi mengalir deras sehingga pakaian kami pun basah.
Tanah SD pun tidak seperti yang Anda
bayangkan. Bukan tanah datar maupun lantai bersih seperti sekolah lain. Tanah
lusuh tiada beraturan dan seperti gunung gunung bagi pasukan semut menjadi
tanah SD itu. Jadi kalau musim hujan, kami tidak membawa sepatu ke dalam kelas.
Karena tanah akan melekat kuat pada sepatu sehingga menyusahkan untuk dibuat
berjalan dan membersihkannya.
Sering Kebanjiran
Desa saya termasuk jarang banjir
bahkan belum pernah jika dilihat secara keseluruhan. Karena SD saya menjulang
ke bawah, maka tempat itu menjadi pusat air menurun dari hulu. Akibatnya banjir
sering melanda SD itu. Kami tidak bisa masuk sekolah selama air belum surut.
Bukan disebabkan hari libur, bukan pula hari besar tanggal merah, tapi
disebabkan oleh banjir.
Bukan hanya itu, dibelakang SD pun
menjadi pusat pembuangan sampah. Jadi setiap hari aroma tidak sedap hadir dari
pusat pembuangan sampah. Bukan hanya itu, sampah sampah sering ikut larut dalam
air yang menggenangi SD, bukan hanya sampah busuk bahkan kotoran ikut hadir.
Jadi kalau surut, entah bisa dibayangkan atau tidak kondisi SD itu. Tidak ada
pembantu maupun tukang kebun di situ, maka kami yang membersihkannya.
Setiap pagi, digilir pada jadwal
piket, kami selalu menuju membawa gembes untuk mengambil air. Kemudian kami
membopongnya untuk kemudian di bawa ke WC guru karena SD itu belum difasilitasi
saluran air. Jangan dibayangkan airnya jernih, airnya berwarna hijau hasil dari
sampah dan lumut.
SD itu termasuk diacuhkan orang.
Seiring berjalan waktu, sedikit demi sedikit orang enggan memasukkan anak
mereka ke SD itu karena termakan isu dan gossip miring yang mencemarkan nama
buruk lembaga. Padahal dalam segi apa pun apalagi waktu itu, pendidikan negeri
selalu lebih bergengsi dari swasta. Di tingkat Universitas misalnya, setiap
tahun ribuan orang bersaing untuk masuk ke universitas negeri. Nah, universitas
swasta biasanya menjadi lading murid murid yang belum berhasil lulus dari test
seleksi universitas negeri. Kecuali universitas negeri berbasis Islam yang
sangat mudah untuk masuk.
Padahal faktanya, SD pun tidak kalah
dalam hal prestasi. Dalam lomba porseni ( olahraga dan seni ) pada masanya SD
itu lah paling unggul dibanding sekolah lain di desa. Pernah menjadi juara 1
lomba senam tingkat kecamatan, lari, lukis. Dan saya pribadi pernah
mengharumkan nama SD itu lewat lomba lukis. Sungguh kenangan manis ketika bisa
membanggakan nama lembaga. Saya masih ingat dulu, saya diberi seragam dan buku
gratis.
Hal lain yang tidak dimiliki sekolah
lain dan mungkin tak akan dimiliki sekolah lain, apalagi dizaman sekarang
rasanya tidak akan pernah ada, adalah setiap kali guru kami datang membawa
motor ke sekolah, semua murid mulai dari kelas 1 sampai 6 SD serentak keluar
kelas,lalu berbaris menyambut kadatangan guru penuh kecerian dan serentak,
“ Pak Guru rawuh, Pak guru rawuh.”
Rasanya sulit ada kalau pun ada
mungkin hanya dikelas, tidak bisa serentak dan luapan kegembiran nyata. Pada
akhirnya, dari tahun demi tahun, murid kian menipis sehingga sama sekali tidak
mendapat murid baru. Dan akhirnya ditutup, semua murid sisa yang hanya
berjumlah belasan saja dipindahkan ke SD Kenduren 1 yang masih dapat image
bagus dari orang orang.
Padahal dulu SD saya itu menjadi barometer
pendidikan di desa saya sebelum muncul swasta. Semua saudara dan tetangga saya
kecuali beberapa yang tidak termasuk alumni sana. Itu menunjukkan bahwa dulunya
menjadi superior di banding swasta. Waktu tidak ada yang bisa terduga hal
selanjutnya.
Pesan saya, waspadalah diri Anda
merasa nyaman hari ini. Esok menanti penuh ketidakpastian. Benar ketidakpastian
meskipun Anda saat ini nyaman. Nyaman dengan pekerjaan, karir, dan gaya hidup.
Tidak ada pekerjaan aman, begitu
pula bisnis. Semuanya penuh ancaman. Pekerjaan misalnya. Bisa jadi toh Anda
dipecat suatu saat meskipun tanpa alasan jelas. Atau orang kurang menyukai Anda
disitu sehingga Anda didepak. Atau bahkan serajin apa pun Anda, Anda akan
didepak juga karena tempat bekerja Anda bangkrut. Itu namanya kemalangan
bersama karena dinamankan pemecatan secara halus.
Pengusaha, tidak ada yang aman. Semua penuh ketidakpastian. Bisa jadi Anda
dipecat. Dipecat oleh siapa ?
Ya pelanggan Anda. Anda sudah dicap
buruk oleh pelanggan Anda sehingga mereka kapok membeli barang dagangan Anda.
Semua penuh ketidakpastian. Bisa jadi toh orang kurang menyukai Anda dan
menyebarkan keburukan Anda, missal menyebarkan bahwa bakso Anda dibuat dari
daging tikus dan berisi formalin.
Semua penuh ketidakpastian. Maka
persiapkan mental pada kali pertama. Karena dengan begitu, kita tidak begitu
shock jikalau kemudian hari kemalangan datang.
( Sengaja tidak saya buat cerita, terharu jadinya deh )
No comments:
Post a Comment