Negara Indonesia mempunyai
persentase tinggi jumlah perokok. Total 57% dari total penduduk negeri ini
merokok. Artinya, lebih dari separo penduduk melakukan hal bernama merokok. Dan
saya yakin 57% paling banyak diisi oleh kaum lelaki. Artinya jikalau hanya
jumlah lelaki saja yang dihitung, maka jumlahnya akan jauh lebih tinggi dari
57%. Paham maksud saya ?
Apa hukum merokok tentunya semua
punya persepsi. Tapi rokok sangat tidak menarik di mata saya. Banyak orang
berkata,” Kamu berkata begitu karena baru pertama kali mencoba, cobalah sehari
saja habiskan satu pack ( bungkung ), maka besok kamu tidak akan bisa hidup
tanpa rokok.”
Menurut saya, ucapan mereka sungguh
benar. Karena bukan hanya rokok, semua yang punya peluang rangsangan
ketergantungan juga begitu. Misal, ada orang kecanduan game, karena bermain
terus menerus sehingga mereka kecanduan. Bahkan ada pula kecanduan seks, satu
pasangan tidak cukup. Maka jikalau imannya lemah, dia berselingkuh dengan
banyak wanita demi hasrat seksnya.
Lalu Adakah Obat dari kecanduan negative
?
Sudah saya bahas di artikel dulu,
yaitu seketika. Orang hobi makan ikan lele. Tapi waktu dia melihat petani lele
mencabik cabik tikus mati kemudian di masukkan ke dalam kolam dan dimakan ikan
lele, seketika dia muak melihat ikan lele karena dia sangat jijik dengan tikus.
Dalam bayangannya, dia akan memakan sesuatu dari tikus di daging lele, karena
pasti sari pati tikus masuk ke dalam lele. Itu untuk mengubah hanya tidak negative.
Tidak semua ikan lele makan bangkai tikus. Tapi kalau dikasih tikus, lele pasti
mau. Begitu juga ayam, bebek, angsa, ketika dia tidak mendapati makanan,
terkadang kita melihat mereka memakan kotoran. Saya yakin makanan utama lele
bukan tikus.
Begitu juga misalnya narkotika,
perlihatkan kondisi dampak orang yang telah memakainya. Tubuhnya mengurus,
hanya tulang belulang tiada berdaging. Bahkan belum ada obatnya dan terus
menjerit. Maka ketika ketidaknikmatan muncul, mereka akan menghindar. Masih
ingat, otak hanya mencari nikmat dan menghindari sengsara. Maka jelaskan
sengsara yang dahsyat ketika orang melakukan keburukan, dan kenikmatan luar
biasa ketika mereka menghindarinya.
Kembali ke topic.
Ucapan orang,” Coba kalau kamu coba
satu pack”. Sebenarnya ada hal yang menjadi penyebab utama hal itu, yaitu
pergaulan atau lingkungan. Jika Anda sejak kecil bergaul dengan tongkrongan negative,
mungkin bukan hanya rokok yang pernah Anda coba, bahkan narkotika, miras. Maka
yang menjadi kata kunci saya jauh dari rokok adalah “ pergaulan”
Apakah saya pernah merokok ?
Ya, saya pernah merokok. Satu kali
waktu SD. Dua kali waktu SMP. Dan setelah itu tidak pernah sama sekali sampai
saat ini dan semoga terus berlanjut. Pertama kali, saya mencoba rokok bapak
saya dan beliau tidak tahu. Saya merasakan pahit luar biasa dan tidak
melanjutkan. Mungkin rokoknya murah jadi saya belum bisa menyimpulkan rokok itu
tidak enak. Orang tua seperti bapak saya termasuk orang jaman dulu dan menyukai
sesuatu jaman dulu termasuk rokok. Waktu SMP, dulu saya diajak teman ke sebuah
sumur tua depan rumah. Kami merokok di situ secara sembunyi sembunyi. Karena bila
tau, celaka. Bapak saya termasuk dipandang seorang ahli agama di mata orang. Maka
jikalau saya ketahuan, celaka.
Lelaki Kurang Laku Zaman Dulu
Apa kalau ketahuan, saya langsung
menjadi gossip dan gunjingan banyak orang ?
Tidak. Saudara, saya dulu termasuk
anak yang sama sekali tidak enak dipandang ( kurang laku di pasaran ). Jangan
bayangkan fisik saya yang sekarang, dulu sangat beda. Bukti saya memajang foto
saya waktu kecil di website peribadi. Itulah diri saya. Setiap jenjang, saya
adalah murid paling jelek, sering dibully. Sudah kurus, item, rambut kribo, gak
enak dipandang. Bagaimana mungkin orang doyan ngomongin saya sedang saya tidak
menarik di mata mereka.
Saya melakukan secara sembunyi karena
menjaga image bapak saya karena beliau dikenal punya kapabilitas ilmu agama di
masyarakat. Untuk saya sendiri,” Halah, paling dianggap orang angin lewat,
lagipula orang jelek siapa yang doyan.” Dan memang benar, tidak ada orang
berharap,” Aku ingin menjadikan dia menantuku kelak.” Tidak ada seperti itu,
sodara. Karena saya begitu jelek waktu itu. Dari saudara saudara saya, saya
paling hitam, lebih mengenaskan lagi rambut saya keriting dan semuanya lurus.
Perubahan Itu Seketika
Tahun 2010, itulah perubahan seketika.
Sekali seketika ( melalui proses kilat ). Anda ingin tau rahasianya ? Baik saya
akan jelaskan. Saya memiliki sakit yang cukup menganggu aktifitas. Saya sudah
berobat ke mana pun. Dan waktu itu, saya kuliah di Jakarta. Karena makan sudah
disediakan, maka uang jajan saya pergunakan. Dulu makan bayar 300 ribu
perbulan, sedang orang tua menjatah saya 600 ribu perbulan. Jadi sisa 300 ribu
tidak saya buat belanja, shopping, apalagi dugem.
Saya buat untuk berobat. Saya beli
semua herbal yang berhubungan dengan penyakit lambung. Semua sudah saya coba
kayaknya sih. Dan apa yang terjadi, tiba tiba fisik saya berubah ! Dari sangat
kurus menjadi standart. Wajah saya dari gemerlap malam menjadi rembulan hadir. Waww
! Sayangnya, penyakit masih menghantui. Hanya berubah fisik, belum full healty
100%.
Intinya, masa SD-SMP saya takut
merokok karena menjaga image bapak saya yang juga tokoh masyarakat. Masa
Aliyah, saya masuk Maahid Kudus. Dan tidak pernah tersentuh sekali pun rokok
dari saya. Lulus, saya melanjutkan ke Solo juga di Asrama. Semuanya alim dan
saya pun jauh dari rokok. Kemudian saya melanjutkan ke Jakarta, yang juga
asrama. Saya pun terhindar dari rokok. Aplikasi mengajar seperti di Yogyakarta,
saya juga tidak tersentuh rokok. Bagaimana mungkin saya melarang anak didik
sedang saya melanggar pantangan itu. Imposible.
Pesantren menjadikan salah satu factor
penyebab saya tidak merokok.
Suatu ketika saya menghadiri seminar
di sebuah hotel. Semuanya hadir bukan hanya dari beda kalangan, bahkan beda
agama pun ikut di sana. Suatu hari saya ditanya,
“ Mas, ngajar dimana ?”
“ Di pesantren.”
“ Wah, pesantren itu tempatnya anak
nakal nakal. Kok kamu mau sih di situ. Orang tua mereka biasa tidak punya waktu
ngurus mereka jadi pergaulan mereka bebas. Karena pendidikan formal non
pesantren berat menerima mereka. Jadi pesantren jadi alternative untuk
meminimalisir kenakalan mereka. Kok kamu mau sih.”
Saya mengira orang itu dari kalangan
nasionalis jadi berpandangan seperti itu. Dan saya katakana ucapannya tidak
semuanya salah. Memang ada anak seperti itu, pasti ada. Dan ketika saya menjadi
santri maupun pengajar pun ada anak seperti itu. Bukan hanya merokok, bahkan
berpacaran. Tapi yang paling menyedihkan dari ucapannya, dia menggenaralisasi
keburukan seluruh. Padahal faktanya beda.
Benar ada anak seperti itu, tapi
setidaknya 1 : 99 anak bahkan 999 anak. Mengapa begitu ? Dia secara tidak
langsung mengira pesantren tempat dugem, Bandar judi, orkesan, dan lain lain. Saya
menerawang dari ucapannya,” pusat anak anak nakal.” Waw, seolah tempat ngerumpi
anak nakal.
Padahal pesantren adalah lembaga
Islam lebih baik dari lembaga Islam non pesantren apalagi lembaga yang
mengajarkan agama beberapa jam setiap minggu. Karena sejak bangun tidur, mereka
harus bangun sebelum subuh dan semuanya bernilai ibadah sampai dia tertidur. Semuanya
ilmu dan membina akhlak menjadi umat kebanggaan.
Nalis
No comments:
Post a Comment