Blame, Excuse, Dan Justified
Beralasan membetulkan orang lain
lebih hebat, menyalahkan, menghakimi menjadi sifat tidak ksatria pada pribadi
siapa pun, baik untuk anak muda atau orang dewasa, tidak peduli lelaki atau
perempuan.
Ketika sifat itu hinggap, dia merasa
benar. Dia merasa berada dalam kebenaran. Tapi pada kenyataannya, hal
sebaliknya terjadi. Dan itu sangat ironi karena tindakan ada dan lahir dari
pola pikir orang. Jikalau pola pikir mereka kea rah tertentu, maka ya kearah. Apakah
orang yang sangat jijik dengan belalang, lantas mau makan belalang ? Pola
pikirnya adalah jijik dengan belalang. Dalam pikirannya, hinggap di kulit saja
sudah membuat alergi selayaknya ulat baginya. Apalagi bayangannya jikalau dia
memakannya. Baginya, kesengsaraan kuat dia mendekati belalang apalagi
memakannya.
Orang memiliki sifat sifat di atas
ketika ditanya,” Lho lihat dia sukses usia muda, lha kamu ?”
Dia menjawab,
“ Lha terang aja dia anaknya orang
sukses kok. Dimodali bapaknya. Punya kenalan anak menteri. Hidup enak. Terang aja
dia sukses muda dan tanpa hambatan ?”
Benar orang itu anak orang kaya
sehingga mudah menjadi kaya. Tapi pertanyaan saya, adakah orang dari latar
belakang anak orang miskin menjadi sangat sukses di usia muda ?
Jawabannya sangat banyak.
Tapi karena dia pandai memiliki
sifat di atas, dia bilang,” Lha terang aja dia anak orang miskin. Makanya daya
juangnya kuat. Kan kalau tidak kerja tidak makan, makanya semangatnya kuat.”
Ketika ditanya,” Lha kamu ?”
Dia menjawab,” Saya kan anaknya
orang menengah.”
Sekali lagi, dia mencari pembenaran
dan pembenaran. Apa yang selalu dikatakannya adalah sebuah kebenaran. Ya memang
kebenaran. Tapi saya bisa bilang, kebenaran itu sama sekali tidak ada manfaat. Satu
satunya manfaat baginya adalah mencegah dirinya untuk kaya.
Ketika dia mulai tersandung, dia
menyalahkan orang lain, membenarkan diri. Lalu dia membenarkan tindakannya,
lalu menghakimi. Bahkan jikalau dia tidak mendapati kambing hitam, maka dia
mencari gajah hitam. Mungkin situasi ekonomi, gubernur, presiden.
Kesalahan Orang Lain Di Luar Kontrol
Kita
Semisal kita menjadi seorang
pemimpin, bisa jadi yang kita pimpin melakukan kesalahan karena diri kita,
entah karena kita tidak tegas, pendiam, atau pun acuh, bahkan sering bolos.
Tapi kesalahan juga di luar control kita.
Misal harga semua naik mendadak. Maka itu sudah tidak menjadi control kita. Karena
kita bukan pengaturnya. Maka memang ada keluhan, tapi itu jelas tidak
mengobati.
Karena seorang beriman yang sejati
selalu membuat sesuatu hal memilukan menjadi membahagiakan meskipun hal
memilukan itu bukan area control kita.
Pola Pikir Melemahkan
Sebagian orang membenci kekayaan
materi. Dengan berbagai alasan yang memang kebenaran. Tapi sekali lagi,
kebenaran kebenaran itu hanya untuk mencegah dirinya untuk kaya.
“ Biar miskin asal bahagia.”
“ Biar miskin asal sehat.”
“ Biar miskin asal berilmu.”
“ Biar miskin tapi baik hati
daripada kaya tapi jahat.”
“ Uang tidak dibawa sampai mati,
tidak perlu susah payah toh nanti ditinggal.”
“ Sesungguhnya amal ibadah di nilai
di akhirat, bukan harta.”
Lebih memilukan lagi, media media
gencar menunjukkan bahwa orang kaya itu tamak, jahat, selalu menjadi antagonis.
Hal itu memancar deras ke sanubari semua penonton. Benar ada seperti itu, tapi
itu adalah orang kaya yang goblok.
Kalau kita membenarkan hal itu,
sesungguhnya miskin lebih mengerikan lagi.
Saya Tanya
“ Kenapa banyak orang saling bermusuhan
bahkan memutus tali silaturrahmi akibat perebutan warisan ?”
Kenapa warisan diperebutkan ? Faktor
apa yang mendasari hal itu ?
Sudah pasti karena berebut harta. Dan
rasanya kemungkinan kecil terjadi jikalau ada sengketa warisan yang mana semua
sanak keluarga dalam kondisi kaya raya. Bahkan tidak mengambil warisan, malah
memberi pada ibu atau bapaknya yang masih hidup.
“ Sudah ambil sana bagi anggota
keluarga kita yang membutuhkan.”
Dahsyat !
Saya Tanya kembali
“ Kenapa tidak sedikit karyawan
saling bertikai bahkan saling menjatuhkan demi eksis di tempat kerja ?”
Sudah pasti karena mereka butuh duit
dan jikalau dia tidak kerja di sana, maka dia tidak berpenghasilan mengingat
sudah punya anak dan istri atau sudah dewasa meskipun masih lajang.
Nah, bagaimana jikalau dia kaya
raya. Rasanya tidak mungkin sengketa hanya disebabkan untuk mempertahankan
eksis berupa uang. Karena dia sudah punya banyak uang.
Saya Tanya,
“ Kenapa orang mencopet, maling,
bahkan harus membunuh ? Ambil contoh lain mengapa orang mengemis ?”
Apa karena hobi ?
Ah, kemungkinan sangat kecil. Karena
factor utama adalah kemiskinan. Orang miskin ketika imannya lemah, maka dia
bisa melakukan hal criminal demi sesuap nasi.
Masihkah Anda bilang miskin tapi
bahagia ?
Akui Diri Kita
Diri kita adalah hak untuk
mengetahui dan mengakui segala kondisi. Biarkan orang lain menilai hal keliru. Tapi
vital kita harus mengakui yang sebenarnya apa yang sedang kita dan dalam
keadaan apa kita.
Anda gemuk ? Maka Anda harus
mengakui Anda gemuk.
Secara tidak langsung, sinyal akan
menunjuk kea rah ketidaknikmatan, lalu berbuah tindakan yang mana akan
meminimalisir kegemukan. Karena kita sangat sengsara dengan ketidaknikmatan
gemuk. Maka otak akan mencari nikmat dan menghindari unsur kesengsaraan tinggi.
Lalu apa yang dilakukan ?
Entah itu dengan berpuasa, olahraga,
atau pun mengatur pola makan setiap hari.
No comments:
Post a Comment