Thursday, March 19, 2015

Kejadian Yang Hampir Merenggut Jiwa



Selama hidup di dunia, umur masih dibilang masih muda, dua puluh empat tahun. Berbagai hal terjadi, yang sedih sekaligus menggembirakan, semuanya bercampur dan menjadi kenangan masa lalu, baik itu indah maupun sebaliknya. 

Dan selama itu pula pengalaman cukup mengerikan pernah saya lalui. Pengalaman itu bukan mengancam kenangan buruk, tapi jiwa saya. Benar, jikalau saya sedikit saja melakukan hal fatal, entah apa yang terjadi kemudian. Dan jika langit menghendaki saya tiada waktu, maka nama saya saat ini hanya tinggal nama. 

Pengalaman ini saya ceritakan dengan harapan agar Anda percaya keimanan kita pada langit.

Kok bisa ?


Itulah serunya. Teruslah membaca. Anda akan dibawa ke dalam lantunan kata masa lalu saya yang dibawa hadir kembali ke sini.

Pada tahun 2009 atau 6 tahun lalu, ketika saya belajar di Solo, saya hobi melancong ketika waktu luang atau senggang. Ketika waktu luang, saya sering berjalan kaki mengelilingi perkotaan dan sering juga bersepeda. Nah, waktu itu tiada lagi sepeda di asrama kecuali tersisa satu sepeda tua bobrok. Untuk melampiaskan rasa keinginan, saya paksa diri untuk memakainya, tentu dengan bertanya pada pemilik. 

Pemilik berkata,
“ Jangan pakai, karena sepeda sedang rusak. Ubah tua rusak lagi.”
Saya tetap teguh pendirian. Saya pinjam sepeda itu mengelilingi Solo. Di Jalan depan UMS lalu Rumah sakit Yarsis terus menuju Gramedia sebagai tujuan saya. 

Sepeda saat itu begitu mengganggu. Suaranya begitu bising. Dan pegangan begitu tidak nyaman. Roda begitu kendur. Dan saya saat tepat di tengah jalan raya besar. Di samping kanan kiri, depan belakang, kendaraan besar siap memangsa siapa pun yang jatuh.
Saya semakin jengkel dengan sepeda itu. Saya tendang bagian depan sepeda dengan harapan roda sedikit merapat agar tidak terlalu kendur.

Dan apa yang terjadi ?

Sandal saya putus dan terbelit roda sepeda. Seketika roda depan berhenti. Lalu roda bagian belakang karena melaju kencang dan tidak seimbang dengan depan. Sepeda bagian depan pun terangkat ke atas. Seketika seluruh tubuh saya ikut terbang tinggi ke depan. Entah berapa meter tingginya, yang pasti sangat tinggi. Saya terhempas dan menunggu nasib karena di depan saya jalan aspal yang keras.

Ajaibnya saya berhasil menjatuhkan diri dengan jungkir balik. Dan hanya punggung saya terkena jalan keras. Seketika saya melihat ke belakang. Dan ternyata sebuah truk raksasa cukup jauh di belakang saya. Saya berdiri meraih sepeda yang patah untuk ke pinggir jalan.

Yang jadi rasa kesyukuran saya, Andai sebuah mobil kecil saja berada di belakang saya ketika saya terjatuh, mungkin ceritanya berbeda. Sejak saat itu saya sangat bersyukur bisa selamat. Beberapa pengemudi berhenti dan menolong saya.
“ Kamu kok gak terluka ?” Tanya mereka terheran.
“ Cuma tangan yang ke seleo Bu, Pak.” Kata saya.
“ Kok bisa, kamu terjatuh keras tadi.”
“ Ya gak tau, kalau punggung sih gak terlalu. Saya bersyukur bukan kepala. Kalau itu, saya tidak bisa bayangkan.”

Mereka lalu melanjutkan perjalanan karena melihat saya yang tidak terlalu menghawatirkan. Saya hanya membawa sepeda ke tukang servis dan menanggung semua kerusakan.

Pengalaman kedua ini terkait begal. 

Pada awal awal di Jakarta, pada saat masih unyu unyu, saya tidak bisa menghilangkan hobi saya, yaitu jalan kaki. Dan saya tidak sadar saya terletak di kota termasuk kriminalitasnya tinggi. Beda Demak/Kudus beda Jakarta. Tapi saya belum menyadari semua itu.

Pada malam hari, sebuah perayaan hadir di Monas. Waktu itu terlalu malam, jadi saya memutuskan untuk menginap di kos teman saya. Dan saya selalu melalui jalur itu. Ketika pukul 21.00 ke atas, semua tampak sepi. Tidak ada satu kendaraan pun terlihat, apalagi orang. Saya terus jalan tiada peduli. Saat itu saya membawa tas berisi laptop, uang 150 ribu, dan HP Cina 150 ribu sudah rusak hurufnya. 

Tiba tiba di tengah area sepi di selilingi pohon pohon, tangan saya digeret dan saya diajak berdialog satu lawan satu. Saya melihat pemuda kerempeng muka sangat jelek memakai topi dan jaket. Saya meyakini itu begal dan saya pun tidak tau apa yang terjadi nantinya. Melawan, saya masih kecil waktu itu dan tidak tau beladiri. Saat ini berani. Tapi saat itu tidak bisa berpikir apa yang terjadi pada saya nantinya. Ternyata memang benar, beda Demak beda Jakarta. Saya membawa laptop, lebih gawat lagi laptop milik orang lain. Saya hanya baca doa penangkal segala keburukan

 أعوذ بكلمة الله التامة من شر ما خلق 

Inilah yang saya baca terus menerus. Karena saya percaya segala sesuatu itu tiada tandingan bagi Allah.

Kemudian dia mengaku sebagai polisi. Saya tahu dia pasti bohong. Lalu dia menceritakan bahwa di sekitar banyak kejadian criminal, lalu menuduh saya pelaku selama itu. Pikiran saya tidak heran karena itu taktik. Yang menjadikan rasa takut, ketika dia menghilangkan nyawa saya karena di sekitar tiada satu pun orang, sangat sepi.
Lalu saya bantah. Dia mengancam dengan pisau kalau saya kabur. Lalu dia akan membawa saya ke kantor polisi menunggu temannya pakai mobil. Saya tau dia bohong bagaimana dia tampangnya begitu pakai mobil. Saya terus baca doa itu.

Dia meminta saya memberinya kartu identitas. Saya beri lalu menyuruh saya membuka tas. Saya pun pasrah karena di dalamnya ada laptop. Ketika saya buka, saya hanya mengeluarkan buku.
“ Buku, Pak”
‘ Bagus, tutup kembali.”
“ Goblok ! “ batin saya.

Karena area sepi dan gelap, jadi laptop hitam pun tiada terlihat dan menyatu dengan tas hitam. Dia terus berpikir mengambil barang berharga milik saya. Kemudian dia bertanya,
“ Kamu bawa apa ?”
Saya mengeluarkan uang 150 ribu. Dia tidak mengambil karena dia mengaku polisi. Lalu seketika dia melihat di saku saya sebuah gundukan. Dia menyuruh saya membukanya. Saya mengeluarkan HP Cina dari saku. Dia menyuruh saya mengambil kartunya. Saya pun mengambilnya.
“ Jangan, Pak. Ini HP jelek.’
“ Hak gak usah ! Ini akan saya jadikan sebagai barang bukti.’

Dia mengambilnya
“ Besok, kamu ambil barang ini di polsek senen. Karena ini dijadikan sebagai barang bukti. Mari sekarang kita menuju ke rumah temanmu.”
Saya dan dia berjalan cepat menuju kost teman saya. Saya lebih cepat kemudian sampai di keramaian ada satpam. Lalu seketika saya menoleh ke belakang, begal itu sudah lari ke belakang, sangat cepat. Dia membawa HP Cina saya yang sudah hamper rusak, baterai sudah melembung, huruf sudah sulit dipencet. Dan dia meninggalkan saya dan saya masih menggenggam asset jutaan rupiah, yaitu laptop, uang 150 ribu, dan kartu yg sangat lama dipakai ( nomor resmi ) dan juga tas beserta seluruh kartu identitas.
Karena andai dia menjambret semua lalu pergi, maka jutaan rupiah akan hilang dari saya. Bukan hanya itu, pisau baja itu saya tidak bisa bayangkan bila lain cerita karena begal dikenal sadis.

Tapi pengakuannya membuat dirinya dibatasi. 

Lalu saya cerita pada orang di sekitar itu, mereka terus bertanya ciri ciri orang itu, saya jelaskan, dan entah apa yang terjadi kemudian, saya langsung hijrah.

Setidaknya saya tahu titik titik rawan criminal di situ dengan mengalami sendiri dan semakin membuat saya jera untuk bebas seperti di Kota kelahiran dan Kudus. Dan saya semakin bertambah iman dengan kedahsyatan doa itu 

Audzubikalimatillahittammati Min Syarri Maa Kholaq

No comments:

Post a Comment